Keajaiban-keajaiban yang kemudian datang menghampiri kami
Dalam perjuangannya melawan penyakit yang dideritanya, istri saya ditakdirkan bertemu dengan seorang dokter yang memberikan diagnosa yang tidak pernah diperoleh dari beberapa dokter sebelumnya. Terlambat memang. Sudah terlanjur parah dan harus segera dioperasi.
Dengan membawa referensi dari dokter itu dan berbekal kartu BPJS Kelas 2, istri saya menjalani pemeriksaan di RSUD Al Ihsan, sebuah RS tipe B yang tidak jauh dari tempat tinggal kami. Istri saya lalu dirujuk ke RSUP Hasan Sadikin (RSHS) di kota Bandung dan mendapat jadwal operasi sekitar sebulan kemudian.
Pihak RSHS memberi alternatif untuk bisa lebih cepat, jika memilih pembiayaan secara mandiri tanpa BPJS dengan estimasi biaya sekitar Rp. 80 juta. Jumlah yang cukup besar untuk kami. Apabila jalur ini yang diambil sangat mungkin realisasi biayanya jauh di atas estimasi di atas. Dari situ diketahui bahwa dokter yang akan memimpin tindakan operasi pernah satu kelas dengan saya saat SMA.
Adalah seorang dokter gigi sahabat saya sejak kecil yang kebetulan juga pernah sama-sama satu kelas dengan saya dan dokter itu. Dokter gigi inilah yang tanpa diminta telah memberitahu dokter itu bahwa calon pasien operasinya adalah istri saya. Mengetahui itu, dokter itu minta agar pindah rumah sakit ke sebuah RS swasta agar operasi bisa segera dilakukan.
Persoalan muncul, rujukan ke RSHS tidak bisa diubah karena prosedur yang berlaku di BPJS. Pertolongan lain hadir, istri saya berhasil mendapat rujukan baru atas bantuan Wakil Direktur RSUD Al Ihsan, seorang dokter yang kebetulan tetangga masa kecil istri saya.
Hanya butuh waktu 3 hari sejak mendaftar di RSHS, istri saya akhirnya dioperasi di RS Swasta yang diarahkan oleh dokter kawan SMA saya itu. Operasi berjalan sukses dan dokter kawan saya itu tidak membebankan biaya dokter.
Dan berapa biaya yang harus dikeluarkan istri saya? Hanya Rp. 4 jutaan. Jauh lebih rendah dari biaya mandiri jika operasi dilakukan di RSHS. Jumlah Rp. 4 jutaan itu adalah kelebihan biaya operasi dari plafon BPJS. Kini istri saya sudah bisa beraktivitas secara normal meski tidak semaksimal sebelum terkena penyakit.
Anak ketiga kami yang sebenarnya sangat dikhawatirkan akan drop secara psikis ternyata berhasil mengatasi dirinya sendiri. Ia berhasil lulus UAN dengan sangat memuaskan.Â
Ia menjadi peraih nilai tertinggi se-Kabupaten Bandung untuk pelajaran Bahasa Jepang. Dan kemudian lolos SMPTN jurusan Sastra Jepang di salah satu PTN. Saat ini ia sedang menunggu wisuda sarjananya.
Anak pertama dan kedua berhasil menyelesaikan kuliahnya saat penulis di penjara. Ketiga anak kami itu berhasil dalam kuliahnya dengan sokongan biaya dari para kerabat dekat. Dari para uwa, emang, bibi dan kakak-kakak sepupu mereka yang sudah terlebih dahulu berhasil. Mereka ini juga yang secara rutin mengirimi saya bekal biaya hidup selama di penjara.