Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisahku di Penjara, Hanya kepada Tuhan Kutitipkan (Bagian 3)

24 Februari 2022   10:14 Diperbarui: 24 Februari 2022   10:19 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam skala yang lebih berat, stres yang terus menerus dan tidak terkendali menjadi sebab terjadinya depresi yang berujung kepada status Orang dengan Gangguan Jiwa (ODKJ). Depresi juga bisa menyebabkan putus asa yang berujung percobaan bunuh diri.

Ini bisa menimpa siapa saja, tidak tergantung kasus yang menjeratnya atau latar belakang yang bersangkutan. Selama 35 bulan ‘mondok’ di lapas saya menyaksikan setidaknya terjadi lima percobaan bunuh diri dan tiga di antaranya ditemukan sudah tidak bernyawa.

Keluargaku

Derita lain yang mungkin dialami oleh seorang yang menghuni penjara adalah retaknya hubungan suami istri. Digugat cerai oleh istri atau suami atau sekedar "dikhianati" dalam bentuk perselingkuhan.

Bagaimana dengan keluarga? Kami mengalami sendiri bagaimana beratnya keluarga kami harus berjuang menjaga kelangsungan hidup berkeluarga tanpa seorang suami, tanpa seorang ayah, yang menjadi kepala keluarganya.

Seperti sudah saya singgung di awal tulisan ini, saat saya mulai ditahan istri sedang mengalami sakit yang berkepanjangan. Berganti-ganti dokter untuk konsultasi penyakit, keluar masuk rawat inap dan menjalankan terapi rutin. Saya juga harus merelakan anak pertama dan kedua berjuang sendiri menyelesaikan kuliahnya. Juga meninggalkan anak ketiga yang sedang bersiap menghadapi UAN SMA.

Mereka sangat membutuhkan kehadiran saya. Saya tidak lagi ada di tengah-tengah mereka. Kami bukanlah keluarga dengan basis keuangan yang kuat. Jangan bayangkan kami punya harta berlimpah. Meski kasus hukum yang saya jalani adalah kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan sangkaan/dakwaan merugikan keuangan negara sejumlah sekitar 28 Miliar rupiah.

Saya hanyalah "koruptor kere" lebih tepatnya "koruptor abal-abal". (Catatan: “koruptor abal-abal” adalah klaim sepihak dari penulis untuk mewakili perasaan tidak bersalah. Pada realitanya, penulis dinyatakan bersalah oleh Pengadilan. Perasaan “merasa tidak bersalah” ini bisa jadi menghinggapi 99% terpidana korupsi.)

Tidak ada yang dapat saya lakukan untuk mereka. Mereka harus berjuang sendiri bahkan membiayai kebutuhan hidup saya selama di penjara. Oh ya, harus saya katakan penjara itu tidak gratis (tentang ini akan saya ulas pada tulisan yang lain).

Satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah mengembalikan semuanya kepada Allah SWT. KepadaNYA lah saya mengadu. "Ya Allah, Ya Tuhanku, semua yang ada padaku termasuk istriku dan anak-anakku adalah bagian dari amanahMU kepadaku. Hari ini aku kembalikan semuanya kepadaMU. Hanya kepadaMU Ya Allah aku titipkan mereka".

Itulah hal pertama dan satu-satunya hal penting yang bisa saya lakukan. Hanya kepada Allah saya titipkan, karena tidak ada yang bisa saya lakukan bahkan untuk sekedar menitipkan mereka kepada kerabat dan handai taulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun