Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisahku di Penjara, Menjadi Pak RT (Bagian 4)

25 Februari 2022   10:14 Diperbarui: 25 Februari 2022   10:23 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir Nopember 2017, saya dapat panggilan lagi. Kali ini dari Kejati. Saya kaget, ketika ternyata Jaksa yang akan memeriksa saya adalah salah seorang Tim Jaksa yang memeriksa saya di Kejari Surabaya beberapa bulan sebelumnya. 

Dia cerita pimpinannya di Kejari  mendapat promosi ke Kejati dan "saya diminta ikut pindah ke sini dan kasus bapak juga dibawa ke sini" katanya. Sambil guyon kepadanya saya katakan, "Kalau begitu yang pindah kesini bertiga dong, termasuk saya". 

Kami berdua tertawa. Tertawa yang terasa hambar. Kasus saya menjadi kasus pertama yang ditanganinya. Jadi ini mungkin yang dianggap jasa saya kepadanya.

Oh ya perlu diketahui bahwa "perkawanan" kami betul-betul hanya hubungan personal, tidak ada hubungannya sama sekali dengan "perkara". Buktinya, pada tahap penuntutan saya mendapat tuntutan yang tinggi. Dialah yang menaikkan besaran tuntutan pidana bagi saya dari yang diusulkan Kejari. 

Bagi saya ini adalah profesionalitas. Saya menghormatinya. Meski banyak yang mengatakan sebagai "musang berbulu domba", saya tidak pernah menyesal bisa kenal dan "berkawan" dengannya, juga mendoakan untuk "kemonceran" karirnya.

Maka jika pada suatu kesempatan saya meminta agar penghuni tahanan segera ditambah, itu mungkin manfaat yang bisa saya ambil dari "perkawanan" kami yang belum seumur jagung. "Jadi saya tidak sendirian lagi", guyon saya. 

Tidak disangka, saat itu juga dia memerintahkan stafnya untuk memindahkan beberapa tahanan tipikor di daerah-daerah ke Rutan Kejati. Begitulah pada hari ke 8 saya di situ, saya mendapat teman baru sebanyak 7 tahanan, dan saya menjadi penghuni paling "senior" dengan rompi oranye no 1.

Dengan predikat "senior" itu dan kemudian didaulat menjadi "Pak RT", saya mendapat cukup banyak privilese dari pihak Rutan. Misalnya saja bisa menempati kamar A tanpa harus mengeluarkan uang sepeser pun. 

Konon, entah benar atau tidak, ini kamar "termahal" dari semua kamar yang ada. Hanya ada 3 kamar yang ada "tarifnya" yakni kamar A dan B serta kamar isolasi yang sebenarnya 3 toilet yang berjajar yang kemudian diberi pintu besi di bagian depan dari area toilet itu. 

Jika pada kamar A dan B berlaku tarif masuk, artinya untuk bisa "berkamar" di situ seorang tahanan harus rela mengeluarkan sejumlah uang. Sebaliknya, pada kamar isolasi berlaku tarif keluar. Tahanan yang baru masuk harus melalui tahap isolasi selama 20 hari. Nah apabila ingin masa isolasi itu singkat atau tidak sama sekali kita harus mau memberikan sesuatu kepada petugas.

Apakah hal itu sesuatu yang benar terjadi ? Entahlah. Saya sendiri tidak pernah menyaksikan secara langsung dengan mata kepala sendiri transaksi yang berkaitan dengan hal itu. Karenanya saya tidak ingin mengungkapkan nominal dari tarif-tarif itu di sini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun