Sahabat pembaca, setelah mengulas serial Little House dan buku Umar Kayan, kita akan kembali membahas dua buku favorit. Kali ini Kak Indra dan Kak Nina akan membahas "Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma" dan "Kisah Hidupku".Â
"Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma"
Buku favoritku adalah "Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma". Penulisnya adalah Idrus. Teman satu angkatan Chairil Anwar yang memilih menulis cerpen dan naskah sandiwara.Â
Buku tersebut adalah buku pertama tanpa ilustrasi gambar. Karena di bangku sekolah dasar, saya lebih tertarik membaca komik atau buku cerita bergambar. Namun cara Idrus menulis, membuat saya dapat melihat gambaran di kepala.Â
Latar, alur, dan tokoh cerita, merekam kehidupan masyarakat di jaman penjajahan Jepang. Layaknya membaca buku sejarah. Buku ini bernilai tambah, karena dikemas dengan gaya bahasa lawas dan menarik.Â
Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma adalah kumpulan cerita pendek dan naskah sandiwara. Beberapa kisah dapat membuat kita tertawa, miris, sekaligus berduka.Â
Kita bisa merasakan simpati pada tokoh Kusno dalam cerita kisah sebuah celana pendek. Karena sejak kecil hanya memiliki satu celana pendek, hidupnya hanya tahu berjuang untuk dapat membeli celana pendek lainnya.Â
Paradoks yang sama dapat kita temukan pada tokoh bernama Open. Risalah tentang asal usul namanya yang menggelitik, membuat kita mengerti. Â "Dari jaman Jepang, istri adalah penguasa rumah tangga."
Untuk saya pribadi, karya Idrus ini adalah warisan sastra terbaik dari masa lalu. Merekam semua kisah dengan sederhana, dan menyenangkan.Â
Kisah Helen Keller
Buku favoritku adalah buku Kisah Hidupku. Penulis aslinya adalah Helen Keller dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh M. Rudi Atmoko tahun 2000.
Buku itu aku baca pertama kali saat aku berkenalan dengan seorang terapi wicara putriku yang menghadiahi aku buku ini. Dia berharap agar aku mendapatkan motivasi saat aku mulai terpuruk dan putus asa.
Buku ini sangat berkesan karena isi buku ini mengisahkan tentang seorang anak buta dan tuli bernama Helen Keller. Â Dia harus mengalami buta dan tuli saat sebuah penyakit misterius menjakiti tubuhnya di usia 19 bulan. Â
Helen Keller tumbuh menjadi anak yang keras kepala, sulit diatur dan pemarah. Â Beberapa guru yang didatangkan oleh orang tuanya akhirnya menyerah oleh sikap Helen Keller.
Seorang guru yang penuh cinta datang laksana peri untuk membimbing Hellen agar menjadi anak yang mandiri, Â penurut dan cerdas di tengah keterbatasan yang dimilikinya.
Anne Sullivan, sang guru hebat itu berhasil menjadikan Helen Keller anak yang cerdas dan baik dengan berbagai cara dan metode yang diterapkannya.Â
Hellen Keller sedikit demi sedikit tumbuh menjadi anak yang baik dan pandai. Pengorbanan, kasih sayang, Â dan kesabaran Anne Sullivan memberikan booster tersendiri buatku. Aku harus memiliki kesabaran, Â kasih sayang dan perhatian yang lebih saat membimbing putri kecilku.
Anne Sullivan adalah role model buatku. Saat aku mulai dilanda kejenuhan, Â buku ini kubaca ulang agar motivasiku yang turun kembali bangkit.
Ajakan menulis ulasan buku
Inspirasiana yakin, sahabat pembaca juga punya buku favorit. Silakan berbagi di kolom komentar. Bisa juga menulis ulasan buku favorit sobat dan mengirimkannya ke inspirasianakita@gmail.com.
Salam literasi dari kami, komunitas kompasianer peduli Taman Baca dan literasi secara umum.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H