"Bisakah membantu pembangunan rumah layak untuk Pak Iban?" pesan seorang sahabat yang berkarya di Kalimantan Tengah padaku.Â
Aku bertanya, siapa Pak Irang (nama alias) yang dimaksud.Â
Ternyata Pak Irang adalah seorang duda tak berpunya. Istrinya sudah lama berpulang. Ia tinggal sebatang kara di pondok ala kadarnya.Â
Satu hal yang membuat dia sangat kesulitan adalah bahwa dia harus mengambil air ke sungai, padahal dia sudah renta.Â
Betapa menderitanya Pak Irang yang tinggal di gubuk sederhana tanpa fasilitas MCK.Â
Sahabatku mengontak orang-orang budiman untuk menggalang dana. Aku yang juga tak berpunya hanya mengandalkan pena. Syukurlah, Tuhan YME berbaik hati dengan mengirimkan orang-orang budiman untuk mewujudkan rumah layak bagi Pak Irang.
Para tetangga Pak Irang gotong-royong membangun rumah bersahaja namun layak huni untuk Pak Irang. Waktu itu belum ada wacana bantuan pemerintah untuk bedah rumah.
Semua terwujud bekat buah swadaya masyarakat dan donatur, termasuk sejumlah sahabat penulis di Kompasiana ini. Berkat kebaikan budi banyak orang ini, Pak Irang mendapat hunian yang bisa ia nikmati di hari tuanya.
Warga setempat juga bergiliran memasak untuk Pak Irang. Tidak memandang perbedaan suku, agama, dan latar belakang. Asalkan punya bahan pangan untuk dibagikan dan waktu untuk menyiapkan, warga bergotong-royong merawat Pak Irang yang tinggal di pondok sederhana itu.