Di Yogyakarta, seperti juga di sejumlah kota lain, ada jurang kualitas pendidikan berdasarkan sekolah "unggulan" dan "pinggiran". Sayangnya, hal ini justru seolah dilestarikan sebagai kebanggaan semu.
Jika kita ingin anak bangsa maju, seharusnya dana dan upaya peningkatan mutu ditujukan terutama pada sekolah-sekolah "pinggiran" itu!
Untuk apa membantu sekolah-sekolah yang siswanya memang secara input awal sudah pintar dan gedungnya berfasilitas lengkap?
Celakanya, sebagian (besar) sekolah-sekolah "pinggiran" ini adalah sekolah swasta yang selama ini juga kurang diperhatikan negara.Â
Klitih bisa jadi adalah mekanisme pemberontakan sosial atas ketimpangan perhatian terhadap sekolah "pinggiran" yang lazimnya siswa-siswinya dari kalangan marjinal.Â
Gugus tugas khusus
Solusi klitih hendaknya diupayakan secara lintas sektor dan lintas lembaga. Mengingat daruratnya kenakalan pelajar di Kota Yogya, perlu dibuat gugus tugas khusus.
Yogya dan kota-kota (besar) lain di Indonesia ini punya akademisi dan SDM yang mumpuni. Gugus tugas ini perlu juga melibatkan, terutama sekolah-sekolah yang selama ini terindikasi berpotensi atau memang terlibat klitih dan geng sekolah.
Profiling atas pelaku, geng sekolah, dan mekanisme cuci otak anggota baru geng sekolah perlu digiatkan. Penempatan lampu penerangan, CCTV, petugas patroli dan gugus tugas antiklitih perlu dilakukan, terutama di lokasi rawan.
Yang paling urgen adalah aktivasi guru Bimbingan dan Konseling serta penguatan forum sekolah-orang tua-dan siswa untuk mencegah klitih. Jangan cuma fokus pada Kurikulum Prototipe saja. Justru Yogya sangat memerlukan kurikulum lokal antiklitih dan antigeng sekolah!
Salam cinta Yogya Berhati Nyaman tanpa klitih.Â