Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar Artikel Utama FEATURED

Klitih yang Bikin Resah dan Geng Sekolah yang Menolak Punah, Apa Solusinya?

30 Desember 2021   05:36 Diperbarui: 8 April 2022   17:26 1952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yogyakarta darurat klitih.| Sumber: TribunJogja.com

Belakangan ini media sosial dan media cetak nasional membincangkan fenomena klitih di Yogyakarta. Klitih atau aksi kekerasan oleh remaja ini kembali memakan korban tak bersalah.

Seorang warga yang melintas di Underpass Jalan Kaliurang dibacok sekelompok pelaku klitih sehingga terluka. Syukurlah korban selamat. 

Pada tahun-tahun terakhir, klitih telah banyak memakan korban jiwa dan luka, juga dari warga biasa yang tidak tahu apa-apa soal perseteruan antargeng diYogya.

Asal dan makna atau arti klitih

Dilansir Kompas.com, klitih sejatinya berasal dari kata bahasa Jawa klitah-klitih, sebuah kata ulang berubah bunyi seperti pontang-panting dan mondar-mandir.

Klitah-klitih adalah aksi keluyuran tanpa arah. Akan tetapi, makna klitih menjadi negatif sejak sekitar tahun 2008.

Klitih disematkan pada aksi kekerasan jalanan oleh remaja di kawasan Yogyakarta. Klitih semakin menjadi pada tahun 2016, di mana tercatat terjadi 43 kasus atau tiga kasus per bulan di DIY.

Korban jiwa akibat klitih juga cukup banyak. Pada 2018, mahasiswa UGM berusia 25 tahun meninggal dunia akibat diserang kelompok klitih. Pada 2019, seorang siswa SMK berusia 17 tahun meninggal setelah diserang geng pelajar di Jalan Menukan. 

Para oknum siswa yang terlibat kriminalitas klitih di jalanan biasanya kini menggunakan alat-alat yang mematikan. Umpama: rantai, gear sepeda motor, celurit, golok, atau senjata tajam lainnya.

Beberapa senjata tajam yang berhasil diamankan Polresta Yogyakarta dari para pelaku Klitih dijalan Kenari, Kota Yogyakarta (Wijaya Kusuma/Kompas.com)
Beberapa senjata tajam yang berhasil diamankan Polresta Yogyakarta dari para pelaku Klitih dijalan Kenari, Kota Yogyakarta (Wijaya Kusuma/Kompas.com)

Tiga jenis klitih di Yogya

Menariknya, klitih di Yogya bukanlah realitas tunggal. Ada tiga jenis klitih:

1. Klitih murni 

Para pelaku klitih murni itu tidak punya motif ekonomi dalam aksinya. Mereka menyakiti dan membunuh lawan/orang demi melukai orang lain semata. Gila!

2. Klitih persaingan antargeng

Biasanya klitih jenis ini muncul demi membela geng sendiri. Fanatisme kelompok menjadi pemicu utamanya. Sasaran serangan klitih adalah geng lawan. Ini pun edan.

3. Klitih pelampiasan

Klitih pelampiasan ini terjadi ketika geng klitih gagal menemukan lawan, lalu melampiaskan serangan ke orang tak bersalah yang tidak tahu apa-apa. Ini sangat mengerikan.

Geng sekolah yang menolak punah

Infografik: #DIYdaruratklitih (KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)
Infografik: #DIYdaruratklitih (KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

Warga Yogyakarta paham betul akan adanya ironi bahwa Kota Pelajar ini adalah juga sarang aneka geng sekolah yang menolak punah. Data Kompas.com menyebutkan, pada 2017 terdapat 81 geng sekolah di Yogyakarta!

Ketika saya menjalani masa pendidikan menengah di Yogya, saya tahu juga adanya persaingan antar geng sekolah atau geng pelajar ini. 

Sebenarnya, nama-nama geng sekolah itu sebagian terpampang di penjuru Yogyakarta dalam rupa grafiti. Tak perlu saya sebutkan di sini demi menghindari glorifikasi nama-nama geng pelajar di DIY.

Beberapa sekolah dikenal memiliki geng fanatik yang punya musuh-(musuh) bebuyutan. Anggota senior mendoktrin anggota baru bahwa kesetiaan pada sekolah berarti berani membela geng sekolah kala menghadapi geng sekolah lawan bebuyutan. 

Apa solusi klitih dan geng sekolah di Yogya?

Sebenarnya klitih ini sudah menjadi perhatian pemerintah daerah dan sekolah-sekolah di Yogyakarta sejak lama. Akan tetapi, hingga kini klitih dan geng sekolah seakan menolak punah.

Saya mencoba memahami dari akar persoalan terlebih dahulu sebelum menawarkan solusi klitih. Pada hemat saya, klitih ini adalah "produk" dari aneka faktor internal dan eksternal dunia pelajar di Yogyakarta.

Dari sisi internal, klitih disebabkan lemahnya bimbingan dan konseling sekolah dan lemahnya kolaborasi orangtua dan sekolah. Juga akibat minimnya langkah untuk memutus lingkaran dendam antargeng sekolah.

Dari sisi eksternal, klitih kiranya disebabkan oleh sistem pendidikan nasional dan daerah yang menekankan pada nilai akademik alih-alih pembinaan budi pekerti. 

Saya mengalami sendiri, betapa tertekannya menjadi siswa di Yogyakarta. Dahulu dan sekarang, untuk mendapat sekolah negeri yang baik, persaingan sangat ketat. 

Jika siswa-siswi "gagal" mendapat sekolah yang baik, biasanya mereka ini menjadi murid sekolah "kelas pinggiran". Memang benar, geng sekolah juga ada di sekolah unggulan. Akan tetapi, jauh lebih umum di sekolah-sekolah "pinggiran".

Di Yogyakarta, seperti juga di sejumlah kota lain, ada jurang kualitas pendidikan berdasarkan sekolah "unggulan" dan "pinggiran". Sayangnya, hal ini justru seolah dilestarikan sebagai kebanggaan semu.

Jika kita ingin anak bangsa maju, seharusnya dana dan upaya peningkatan mutu ditujukan terutama pada sekolah-sekolah "pinggiran" itu!

Untuk apa membantu sekolah-sekolah yang siswanya memang secara input awal sudah pintar dan gedungnya berfasilitas lengkap?

Celakanya, sebagian (besar) sekolah-sekolah "pinggiran" ini adalah sekolah swasta yang selama ini juga kurang diperhatikan negara. 

Klitih bisa jadi adalah mekanisme pemberontakan sosial atas ketimpangan perhatian terhadap sekolah "pinggiran" yang lazimnya siswa-siswinya dari kalangan marjinal. 

Gugus tugas khusus

Solusi klitih hendaknya diupayakan secara lintas sektor dan lintas lembaga. Mengingat daruratnya kenakalan pelajar di Kota Yogya, perlu dibuat gugus tugas khusus.

Yogya dan kota-kota (besar) lain di Indonesia ini punya akademisi dan SDM yang mumpuni. Gugus tugas ini perlu juga melibatkan, terutama sekolah-sekolah yang selama ini terindikasi berpotensi atau memang terlibat klitih dan geng sekolah.

Profiling atas pelaku, geng sekolah, dan mekanisme cuci otak anggota baru geng sekolah perlu digiatkan. Penempatan lampu penerangan, CCTV, petugas patroli dan gugus tugas antiklitih perlu dilakukan, terutama di lokasi rawan.

Yang paling urgen adalah aktivasi guru Bimbingan dan Konseling serta penguatan forum sekolah-orang tua-dan siswa untuk mencegah klitih. Jangan cuma fokus pada Kurikulum Prototipe saja. Justru Yogya sangat memerlukan kurikulum lokal antiklitih dan antigeng sekolah!

Salam cinta Yogya Berhati Nyaman tanpa klitih. 

Ditulis kontributor Inspirasiana dari Yogyakarta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun