Ibunya selalu memotivasi Adinda dengan doa. Setiap bulan dia mendapat kiriman uang dari ibunya. Adinda tidak tega saat mengetahui ibunya harus bekerja keras untuk mendapat biaya tambahan untuknya.
Selain bekerja sebagai asisten rumah tangga, ibu juga menerima jasa setrika di rumah yang dia kerjakan sepulang dari rumah Pak Gani. Semangat Adinda semakin bertambah dengan harapan dia dapat menyelesaikan kuliah dengan waktu yang cepat.
Hal itu dapat terwujud. Adinda dapat menyelesaikan semua mata kuliah dalam waktu tiga tahun setengah. Kini dia sedang menjalankan praktik sebagai tenaga koas di sebuah rumah sakit.
“Dokter Dinda, ada telepon,” ujar ibu Pratiwi, ibu kost-nya sore tadi. Adinda segera menuju ruang tengah untuk menerima telepon.
“Assalamualaikum, Dinda. Ini Pak Le Danar.” Suara Pak Le Danar terdengar di telepon.
“Waalaikumussalam. Pak Le, apa kabar? “jawab Adinda sambil menduga-duga ada apa kok pak Le Danar meneleponnya.
“Nduk, kamu bisa pulang tidak? Ibumu kangen sama kamu. Sudah setahun lebih kamu tidak pulang, to.”
Pak Le Danar benar. Adinda sudah setahun lebih tidak pulang. Jika dia kangen, paling menelepon ibu dengan menggunakan telepon rumah pak Gani. Hal itu Adinda lakukan agar lebih fokus belajar dan tentu saja menghemat biaya.
“Maaf, Pak Le. Bagaimana kabar ibu? Kok bukan ibu sendiri yang menelepon Dinda.” Dinda menanyakan sambil diliputi rasa cemas.
“Ibumu…ibumu sedang sakit, Nduk. Kalau bisa kamu pulang segera ya.” Ucapan Pak Le Danar sangat mengejutkan hati Adinda.
“Sakit apa. Pak Le? Sudah dibawa ke rumah sakit belum? Apa yang dirasakan ibu?” berondong Adinda dengan nada cemas.