Burung ini biasanya hanya mengeluarkan suara menjelang tengah hari dan menjelang matahari terbenam. Karena itu, dia dijadikan sebagai penanda waktu oleh masyarakat saat bekerja di ladang.Â
Bila ia bersuara menjelang tengah hari, itu pertanda bagi mereka untuk istirahat sejenak dari pekerjaan. Dan bila ia bersuara pada sore hari menjelang matahari terbenam, itu pertanda bagi peladang untuk bersiap-siap pulang ke rumah.
Kita kembali ke proses penjemputan calon mempelai perempuan. Saya masih ingat di mana ada salah satu pasangan yang setelah menikah tidak diperbolehkan tinggal serumah. Penyebabnya ialah ketika dalam perjalanan menuju rumah calon suami, rombongan calon mempelai perempuan ada mendengar suara burung yang diyakini membawa pertanda buruk.
Sesuai dengan ketentuan adat kedua pasangan itu harus tinggal terpisah dalam jangka waktu tertentu. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Wasana kata
Begitulah keunikan tradisi ngamik bini dalam suku Dayak Desa. Ada adat ngamik bini, tentu juga ada adat ngamik laki (calon mempelai pria).Â
Dalam suku Dayak Desa, adat penjemputan calon suami agak sedikit berbeda dengan adat ngamik bini. Salah satunya ialah di mana yang boleh turut serta dalam penjemputan hanyalah kaum laki-laki. Mengapa demikian aturan adatnya akan dibahas di lain kesempatan.
Salam Lestari.
***
Ditulis oleh Gregorius Nyaming untuk Inspirasiana.
Tulisan ini berhak cipta. Foto yang digunakan merupakan dokumentasi pribadi milik Gregorius Nyaming.