Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Asyiknya Dipotret Fotografer Cilik

29 September 2021   11:00 Diperbarui: 29 September 2021   11:01 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berpose bersama Rina, fotografer cilik lokal (Dokpri)

 "Kakak, pemandangan dari sudut ini bagus...bisa lihat bentuk love.."

"Kalau kakak berdiri di situ, gambarnya bagus, kakak"

"Pakai panorama, kakak...hasilnya pasti bagus"

Sekelompok anak-anak kecil usia sembilan hingga lima belas tahun menghampiri. Rambut mereka yang kusam berwarna kuning kecoklatan, tidak dapat menutupi binar polos dan penuh harap dalam mata mereka.

Awalnya Saya tidak menggubris celotehan anak-anak di seputaran Danau Weekuri, Sumba Barat Daya. Toh, ini kali ke empat Saya berada di sana. Kalaupun Saya ingin diprotret, Saya bisa minta tolong pada teman seperjalanan.

Namun, jiwa ingin mengabadikan setiap moment bahagia Saya, tidak bisa ditolak. Iseng-iseng Saya bertanya berapa harga untuk sebuah bantuan pengambilan gambar.

"Sukarela saja, Kakak. Terserah Kakak mau kasih berapa. Dua ribu bisa.." kata seorang anak yang usianya lebih besar dan dipanggil Rina. Jadilah kami memiliki fotografer masing-masing. Dua orang teman perjalanan Saya dari Jakarta akhirnya juga memiliki seorang fotografer pribadi.

Toni, salah seorang anak yang lebih kecil, usianya kurang lebih sembilan tahun dengan lincahnya memberi komando bagaimana Mbak Rina, teman Saya  harus bergaya di depan kamera.

"Angkat dagu kakak, kakinya maju sedikit.."suaranya yang nyaring tidak kalah dengan suara deburan ombak pantai laut selatan yang bergelora.

Dengan patuhnya, Mbak Rina pun mengikuti pengarah gaya pribadinya sambil senyum-senyum.

Toni (berbaju kuning) acap menantang bahaya saat sedang memotret objek (Dokpri)
Toni (berbaju kuning) acap menantang bahaya saat sedang memotret objek (Dokpri)

Untuk mendapatkan sebuah sudut pengambilan gambar objek yang bagus, acapkali anak-anak ini menantang bahaya. Kaki-kaki mereka seakan memiliki cakram ketika harus berdiri di atas pagar pembatas, padahal tiupan angin pantai laut selatan sangat kencang.

 Tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada anak-anak ini ketika mereka terjatuh, karena sekitarnya penuh dengan batu karang. Ketika kami meminta mereka untuk tidak naik di atas pagar, dengan tegas mereka menjawab semuanya akan aman.

Foto panorama jadi andalan 

"Kakak, mau foto panorama kah?" Rina menawarkan

"Apa itu panorama?"

"Kakak berdiri di situ saja, jangan bergerak, kakak. Nanti Saya akan dapat gambar danau, kakak dan lautan" Rina menjelaskan.

Saya mengangguk saja. Pasrah. Penasaran, karena Toni juga menawarkan hal yang sama pada teman Saya. Jadilah Saya diam di sana, menunggu instruksi selanjutnya. 

Rina dengan gesit segera mengambil panorama yang dimaksud....dan ketika telah selesai...voila!! Lucu juga hasilnya. Memang benar, ada tiga spot yang tertangkap kamera. Lautan, jembatan dan danau! Ah, ternyata kami yang ketinggalan teknologi ini.

Foto panorama yang jadi andalan anak-anak di Danau Weekuri (Dokpri)
Foto panorama yang jadi andalan anak-anak di Danau Weekuri (Dokpri)

Mereka belajar sendiri

Kelihaian Rina, Toni dan teman-temannya mengambil gambar yang bagus patut diacungi jempol. Mereka paham benar, sudut mana yang dapat menghasilkan gambar yang bagus. Dengan sedikit pengarahan, supaya hasil jepretan objeknya lebih bagus, gambar yang yang dihasilkan pun jadi lebih fokus. 

"Kami belajar sendiri, kakak" begitu jawaban Rina ketika Saya menanyakan hal ini.

Namun, menurut Pak El, salah satu teman kami dari Sumba, anak-anak ini pernah mendapatkan kursus singkat bagaimana cara memotret. 

Semua pengambilan gambar dilakukan dengan kamera pada gawai. Pantas saja anak-anak ini dengan mudah mengenali setiap fitur yang dapat digunakan untuk memotret, padahal mereka tidak memiliki gawai sendiri.

Hasil jepretan Rina, dengan latar belakang lautan lepas (dokpri)
Hasil jepretan Rina, dengan latar belakang lautan lepas (dokpri)

Saya bersama Rina, menyusuri jalanan setapak, mencari spot lain yang menarik untuk diabadikan. Tidak peduli panas terik, asalkan dapat moment bagus untuk diabadikan. Dalam perjalanan itu, Rina menceritakan bila uang yang terkumpul dari hasil memotret orang hari itu akan diberikan pada ibunya untuk membeli beras.

"Kalau lagi ramai, bisa dapat dua puluh sampai tiga puluh ribu, kakak" katanya. "Tapi kalau lagi sepi seperti sekarang, kadang tidak dapat uang sama sekali"

Berpose bersama Rina, fotografer cilik lokal (Dokpri)
Berpose bersama Rina, fotografer cilik lokal (Dokpri)

Setelah beristirahat sejenak, Saya mengambil swafoto bersama Rina dan kemudian dengan langkah ringan, Rina mengantar kami kembali ke mobil dan kemudian kami pulang ke Sumba Barat. 

Ah, sungguh perjuangan yang luar biasa, harus menahan panas, terik bahkan menantang bahaya hanya untuk mendapatkan satu kilogram beras untuk hari itu.

***

Tulisan oleh Ragu Theodolfi untuk Inspirasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun