Teori menulis bisa dipelajarinya sambil praktik menulis. Belajar dari teori, belajar dari praktik sekaligus. Terdapat banyak sekali buku pelajaran bagaimana menulis yang efektif dan enak dibaca.
Jadi, kita tidak bisa menulis tanpa memahami teorinya. Sebaliknya, jangan juga lantaran suntuk mempelajari teori, kita lantas tidak kunjung menulis. Jadi, pelajari teori dan bersamaan dengan itu, menulislah.
Menulis adalah praktik. Praktik menulis sangat penting karena menulis adalah sebuah keterampilan berbasis ilmu pengetahuan.
Dan, jangan lupa, gabungan teori dan praktik akan melahirkan seni menulis yang sangat personal sifatnya. Â Begitulah pertaliannya.
Keempat, tidak mau belajar.
Menulis memaksa kita untuk rajin belajar. Bukan hanya siswa atau mahasiswa yang mesti rajin belajar. Penulis yang sudah bukan orang sekolahan atau kuliahan pun harus melakukannya.
Dengan belajar, maka penulis akan dapat memetik saripati kehidupan dari berbagai sumber dan pengalaman. Itulah yang menjadi bahan berharga untuk ditulis.
Adakah penulis yang tidak suka belajar? Membaca, misalnya? Atau, belajar dengan mengamati lingkungan sekitarnya? Senang menulis tetapi tidak mau belajar. Menurut Anda, apa yang kira-kira akan terjadi padanya?
Tidak pelak lagi, penulis seperti ini tidak akan lama umur kepenulisannya. Kendati pun ia masih berusaha terus menulis, namun konten tulisannya akan dari itu ke itu saja, kering-kerontang. Bagaimana ia bisa menimba air dari sumur yang kering?
Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi siapa pun yang membulatkan hati menjadi penulis harus bersedia belajar. Ya, belajar seumur hidup.
Kelihatannya terlalu ideal? Ya, memang, seyogianya demikian jika kita ingin tetap bisa berkarya dengan kualitas yang semakin baik.