Konon, bukti tertulis berperan penting dalam mengungkap pola hidup masyarakat pada peradaban masa lampau. Tata nilai, budaya, penemuan dan teknologi di masa kini, terekam dalam prasasti, kitab, jurnal, dan sirah.
"Aksara bukan sekadar identitas. Lebih dari itu, ia adalah penerang jalan bagi ilmu pengetahuan."
Penggunaan aksara tak pernah ketinggalan zaman. Penulis-penulis termasyhur lahir dari kegemarannya merangkai aksara, berbagi inspirasi, dan merekam sudut-sudut peradaban pada masa mereka berada.
Pada masa kini, aksara dirangkai, terkadang sekadar untuk menceritakan tentang kehidupan sehari-hari. Sebagai media hiburan dan pengetahuan, dan dampaknya mungkin tidak instan.
Namun, kelak seluruh aksara yang dirangkai akan dapat diwariskan. Bermanfaat atau tidak, nilainya ada pada generasi mendatang.
Tome Pires pada abad ke-15 mencatat seluruh aktivitas penjelajahan dalam buku Suma Oriental. Catatan yang pada masa kini bermanfaat untuk mengetahui kondisi dan situasi Nusantara pada masa lampau.
Bila Tome Pires menulis untuk keperluan laporan, lain halnya dengan Bujangga Manik pada abad yang sama. Ia adalah Resi keturunan raja yang melakukan perjalanan Jawa - Bali.
Denyut kehidupan pada masa lampau di pulau Jawa diceritakan dengan gaya sastra memikat. Nama-nama tempat dan wilayah dilukiskan dalam syair berima.
Dikutip dari Wikipedia, naskah Bujangga Manik saat ini disimpan di Perpustakaan Bodley di Universitas Oxford sejak tahun 1627 (MS Jav. b. 3 (R), cf. Noorduyn 1968:469, Ricklefs/Voorhoeve 1977: 181).
Di masa kini, menulis merupakan sarana menuangkan ekspresi. Baik yang bernilai komersial maupun sekadar katarsis.