Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ponsel dan Pakaian Baru nan Mewah Pun Dibakar, Sisi Gelap Sampah Industri Modern

17 Juli 2021   10:14 Diperbarui: 17 Juli 2021   10:48 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sisi gelap sampah industri modern - Photo by Gustavo Fring from Pexels

Kehidupan modern identik dengan kemudahan membeli barang baru secara cepat dan mudah. Klien pun dengan gampang bisa membeli barang-barang mewah asal punya uang.

Akan tetapi, mungkin banyak yang belum sadar bahwa industri modern menghasilkan sampah barang-barang mewah yang masih baru. Ponsel, jam tangan, dan pakaian mewah yang masih baru pun dibakar karena "memenuhi gudang". Gila!

Hasil investigasi dan bocoran orang dalam

Amazon mendapat kecaman setelah seorang mantan karyawan mengatakan kepada ITV, saluran berita Inggris, bahwa karyawan di sebuah gudang di Skotlandia diperintahkan untuk menghancurkan 130.000 produk yang tidak terjual. Total lebih dari satu juta produk tidak laku dimusnahkan.

Dirilis ITV pada 2021, rekaman video mata-mata dari dalam gudang Amazon di Dunfermline mengungkapkan limbah berskala besar. Produk-produk baru seperti televisi pintar, laptop, drone, pengering rambut, piranti komputer, dan buku serta masker wajah dimasukkan dalam kotak bertanda "hancurkan".

Laporan retaildetail.eu menyatakan, dalam sembilan bulan terakhir, 293.000 produk telah dihancurkan di salah satu pusat distribusi terkecil Amazon di Prancis (Chalon-sur-Saône). Dengan ekstrapolasi, diasumsikan bahwa sekitar tiga juta produk dihancurkan di semua pusat distribusi Prancis. Penghancuran ini terjadi dengan membakar atau membuang di tempat pembuangan sampah.


Tapi Amazon bukanlah satu-satunya pelaku pemusnahan produk sendiri. Banyak merek, termasuk Burberry, Urban Outfitters, H&M, Nike, JCPenney, Michael Kors, Eddie Bauer, dan Victoria's Secret telah dituduh melakukan hal yang sama, menurut berbagai laporan dalam beberapa tahun terakhir.

Burberry berterus terang tentang membakar pakaian dan mengatakan bahwa perusahaan mereka menggunakan insinerator khusus yang memanfaatkan energi dari proses tersebut. Barang-barang yang dihancurkan berjumlah sekitar 37 juta dolar AS. Ini memang tidak seberapa dibandingkan dengan pendapatan Burberry sebesar 3,8 miliar dolar AS pada tahun yang sama.

Industri fesyen dan produksi sampah masif

Jumlah pakaian yang dibeli orang setiap tahun terus meningkat sejak awal tahun 2000-an.  Diperkirakan bahwa industri fesyen menghasilkan 10% emisi karbon yang dihasilkan seluruh manusia, mengeringkan sumber air, dan mencemari aliran sungai.

Chanel dan Louis Vuitton juga berpartisipasi dalam pembakaran barang dagangan. Richemont, perusahaan Swiss di belakang merek seperti Cartier dan Montblanc, mengatakan pada 2018 telah menghancurkan jam tangan senilai lebih dari 500 juta dolar AS.

Menanggapi laporan ITV, juru bicara Amazon mengatakan bahwa tidak ada pakaian yang dikirim ke tempat pembuangan sampah, tetapi "sebagai upaya terakhir," beberapa mungkin dikirim ke "lokasi pemulihan energi." Amazon menyatakan bahwa pihaknya bekerja keras untuk mendorong agar pembakaran produk bisa mereka hindari. 

Mahalnya biaya gudang dan transportasi 

Mengapa perusahaan besar seperti Amazon dan aneka perusahaan fesyen di negara maju membakar produk sendiri? Alasannya antara lain adalah mahalnya biaya gudang dan transportasi.

Tidak mungkin menjual seluruh produk, bahkan dengan harga obral sekalipun. Akibatnya, produk yang tak terjual atau sudah tidak sesuai musim (kita ingat konteks negara empat musim) memenuhi gudang.

Mengapa tidak disumbangkan saja? 

Mengapa perusahaan besar tidak menyumbangkan saja barang-barang yang tidak terjual? Secara logika, hal ini memang bisa dilakukan dan memang juga telah dilakukan sebagian perusahaan besar.

Akan tetapi, tetap saja volume barang tidak laku terlalu besar untuk ditangani dan dipilah untuk disumbangkan. Mengirimkan barng tak laku ke panti asuhan, misalnya, tetap saja memerlukan biaya transportasi dan biaya upah tenaga kerja.

Selain itu, ada pula ketakutan dari perusahaan-perusahaan besar bahwa produk yang mereka sumbangkan justru dijual kembali oleh oknum. 

Hikmah bagi kita sebagai konsumen

Edukasi konsumen menjadi hal penting bagi kita. Kita sebagai konsumen wajib mempelajari pula dampak limbah yang dihasilkan perusahaan dan pabrik langganan kita.

Apakah ketika membeli, kita abaikan begitu saja dampak lingkungan yang ditimbulkan perusahaan yang kurang bertanggungjawab? 

Saya sendiri pada akhirnya kini lebih berpikir kritis lagi sebelum membeli barang dari perusahaan atau penjual tertentu. Jika perusahaan atau penjual itu ternyata payah dalam mengelola limbah, saya jadi ragu untuk membeli produk mereka.

Di sisi lain, industri dunia diajak untuk tak hanya memikirkan laba. Membakar produk tak laku dan atau membuangnya begitu saja sungguh tak etis di tengah tingginya kemiskinan dan kelaparan. Salam peduli!

1, 2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun