Masuk akal atau tidaknya sebuah berita dapat dinalar oleh seseorang yang mau untuk berpikir kritis. Menurut Rhenald, penalaran dapat diperiksa melalui konsistensi dari pernyataan-pernyataan yang berkembang.Â
Dalam hal menulis, penulis perlu memerika kembali apakah tulisan yang ia hasilkan dapat diterima oleh akal sehat. Konsistensi isi dari pernyataan-pernyataan tidak boleh sampai saling berlawanan.
Penulis tidak mungkin menuliskan sesuatu yang tidak masuk akal, terkecuali dalam hal menulis fiksi. Seorang fiksianer perlu memiliki imajinasi yang kuat agar karyanya layak dan bisa diterima oleh pembaca.
Keenam, Kejujuran dan Keadilan
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang subjektif. Bagaimanapun, ia memandang sesuatu dari sudut pandang pribadinya yang dibentuk karena kepribadiannya dan pengalamannya. Namun, manusia yang kritis mampu mengimbanginya secara adil, bahwa menjadi kritis harus bisa menghargai pendapat orang lain, terbuka terhadap kritik dan saran, tidak agresif, jujur, dan lain-lain.Â
Begitu pula dalam hal menulis, penulis belajar untuk selalu terbuka terhadap hal-hal baru, mau menerima segala masukan untuk memperbaiki tulisannya, menghargai karya tulis orang lain, menghindari plagiarisme, dan masih banyak lagi.Â
Nah, dari keenam cara berpikir kritis di atas, kegiatan menulis dapat mendukung untuk menumbuhkan itu semua, kan? Yuk, belajar menulis sekaligus mengasah cara berpikir kritis kita!
Ditulis oleh Firda Fatimah untuk Inspirasiana
Bacaan :Â
Kasali, Rhenald. 2019. Self Driving Menjadi Driver atau Passenger?. Jakarta Selatan: Mizan Anggota IKAPI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H