Sahabat pembaca, perkenankanlah saya berbagi kisah nyata sebagai pemerhati anak-anak berkebutuhan khusus dan para perempuan termarjinalkan. Saya menjadi penggawa dalam lembaga HOPE (Home Of PsychE) yang berpusat di Kota Toleransi Salatiga.Â
Menyediakan layanan bagi mereka yang termarjinalkan merupakan sebuah impian saya sejak lulus dari 'sekolah kehidupan' belasan tahun lalu. Melihat mereka yang dipenuhi 'cinta' memupuk keinginan untuk memeluknya lebih erat lagi.
Sangat mudah untuk mengasihi, mencintai mereka-mereka yang sarat dengan pesona duniawi, yang secara kasat mata memiliki kepiawaian memikat 'dunia'. Mencoba menikmati keadaan, kondisi sebaliknya tentu memang tidak mudah. Apalah dan siapalah saya, hamba-Nya yang hanya remah-remah tak berguna ini.
Menyaksikan dan mengalami kasih Tuhan yang luar biasa dalam hidup, menyadarkan betapa penting memberi diri saya bagi mereka, seperti yang Tuhan ajarkan.Â
Mengasihi tanpa syarat. Mencintai tanpa melihat perbedaan antarinsan.Â
Hope merupakan impian sejak saya menerima tempaan-tempaan hidup setelah lulus dari sekolah formal, Ilmu Jiwa di Kota Lumpia. Saat itu Tuhan memberikan izin untuk mengalami didikan-didikan berat bagi saya guna melayani anak-anak berkebutuhan khusus.
Tempaan fisik yang jika diingat sekarang hanya mampu menertawai kejadian itu. Impian lulus dari Fakultas Psikologi bekerja pada perusahaan dengan bendera besar tidak saya alami. Pengalaman dididik dalam rumah terapi anak-anak berkebutuhan khusus menjadi sebuah awal memasuki jalan kasih-Nya.
Pengalaman digigit bagian depan dan belakang tubuh, dihujani (maaf) muntahan ikan salmon, ditampar, dipukul, dicubit, dan hal-hal lain saya terima dengan ucapan syukur saat ini. Namun  saat itu yang ada hanya menangis, menahan 'luka mulia'.Â
Anak-anak itu jelas tidak paham bahwa hal itu menyakiti guru mereka, tetapi mereka sendiri pun sedang berjuang melawan dirinya sendiri, yang tentu banyak orang belum tentu paham. Di usia 20-an tahun, saya dipaksa mengerti, dan hal itu membuahkan cinta besar kepada anak-anak hebat ini hingga masa sekarang.
Didikan dan tempaan-tempaan itu saya dapat untuk memberi sebuah kedalaman makna cinta. Air mata yang mengalir di wajah-wajah orang tua yang membutuhkan harapan sering saya lihat. Itu membuat jeritan batin untuk membantu mereka lebih kuat lagi.
HOPE secara formal pernah saya usahakan berdiri secara resmi kala saya bekerjasama dengan rekan-rekan dokter dan psikiater di RS Pertamina Klayan Cirebon.Â
Saya ingat betul pertemuan dengan dr. Ery Achmad dan dr. Lucy Anita kala itu, dan seorang perawat yang cantik serta gesit, bernama Ibu Seno Partoatmodjo. Namun sayang, nampaknya HOPE belum bisa didirikan secara resmi. Tentu maksud Tuhan lebih indah dan baik.
Pertemuan-pertemuan dan usaha untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus tidak pernah berhenti, bahkan semakin kuat gemanya. Akhirnya di tahun 2020, saat masa-masa 'istirahat', Tuhan mengingatkan dan memberikan jalan kembali.
Bertemu dengan anak-anak berkebutuhan khusus dan perempuan-perempuan yang termarjinalkan membawa kesadaran penuh untuk mendukung mereka berkembang dan maju.
Puji Tuhan pemerintah juga mendukung melalui orang-orang baik yang ada di lingkungan saya. Niat baik ini didukung oleh semesta. Kini adaÂ
Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang jadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi/Kemendikbudristek) di tahun 2020, ada 993.000 anak-anak penyandang disabilitas yang merupakan tugas kita juga untuk memberi edukasi, pendampingan, kemandirian, dan pemberdayaan.
Kemendikbudristek  menargetkan pertumbuhan partisipasi anak-anak penyandang disabilitas di tahun 2024 sebanyak 49%. Hal ini membutuhkan sinergi dari warga masyarakat, pihak swasta juga, sehingga dengan sinergi yang terjadi target tersebut dapat dicapai.
Kita tahu juga selain anak-anak, perempuan juga memankan peran dan fungsi yang sangat penting dalam kehidupan. Pernah mendengar semboyan happy mom happy family?
Angkatan kerja perempuan jauh lebih rendah yaitu 51,8% dibandingkan angkatan kerja laki-laki 82,69%. Demikian juga dengan upah. Upah pekerja perempuan, yaitu 2,39 juta rupiah lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 3,06 juta rupiah.
Banyaknya angka perceraian ini memungkinkan perempuan-perempuan harus bekerja menafkahi keluarganya juga. Pemberdayaan dan dukungan kepada mereka menjadi sangat penting, mengingat peran penting mereka dalam kelangsungan sebuah keluarga.
Diberkati untuk menjadi berkat bagi orang lain
Hope mencoba hadir untuk memberikan keterampilan-keterampilan yang memadai sehingga mereka dapat menjadi pribadi-pribadi tangguh yang mandiri dan akhirnya dapat menjadi berkat juga bagi lingkungan di sekitarnya. Semboyan "Diberkati untuk menjadi berkat bagi orang lain" menjadi sebuah motivasi HOPE.
Jalinan kerja sama dengan perusahaan seperti sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Data Center, Fire Protection System, dan Konstruksi Bangunan menjadi pilar yang penting juga. HOPE ke depannya berupaya menyalurkan anak-anak binaan ke perusahaan mitra.Â
HOPE memberikan pelatihan pembuatan aksesoris seperti dalam foto-foto di atas kepada para perempuan termarjinalkan. Kami berupaya memberikan kail, bukan ikan kepada mereka.Â
Kita berharap sinergi ini bisa memperkuat dan membuat Hope bisa dirasakan kiprahnya di Nusantara ini sebagai rumah asa anak-anak berkebutuhan khusus dan para wanita termarjinalkan. Amin.
Selain itu, HOPE juga menyelenggarkan taman baca keliling di Boyolali. Aneka buku anak pun dapat dipinjam secara gratis selama sepekan.Â
Secara khusus ditulis untuk Inspirasiana oleh Nita Kris Noer, Salatiga, 18 Mei 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H