Pada tanggal 22 Maret 2021, kita merayakan Hari Air Sedunia. Hari Air Sedunia merayakan air dan meningkatkan kesadaran akan krisis air global. Fokus utama dari peringatan ini adalah untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 6: air dan sanitasi untuk semua pada tahun 2030.
Bagaimana kita merefleksikan Hari Air Sedunia 2021 ini yang mengambil tema "Valuing Water" atau Menghargai Air? Saya sebagai warga NTT, wilayah yang selama ini masih menghadapi kesulitan air bersih, ingin berbagi kisah dan harapan bagi kita semua.Â
Potret kesulitan air bersih di NTT
Sebagian besar wilayah di Nusa Tenggara Timur didominasi oleh lahan kering. Air merupakan sesuatu yang langka. Kelangkaan air bersih di Nusa Tenggara Timur (NTT) itu sudah menjadi perkara tahunan. Puncaknya adalah bulan April sampai Oktober, atau persisnya memasuki musim kemarau.
Selama periode kemarau ini, debit air sungai sudah mulai kisut, saluran irigasi persawahan mengering dan suara miris akibat gagal panen mulai terdengar di mana-mana.
Maka, sebagai upaya mewanti-wanti dan atau menyiasati kelangkaan air bersih di musim kemarau, masing-masing kepala keluarga berinisiatif membuat sumur bor dengan kedalaman tertentu.Â
Air sumur itu nantinya akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, meliputi air minum, air mandi/cucian maupun untuk keperluan pertanian.
Fungsi sumur bor ini juga sengaja didesain untuk kebutuhan air jangka panjang. Secara khusus bagi mereka yang tinggal di wilayah paling rentan kekeringan, seperti di Pulau Sumba, Alor, Timor, dan Sabu.
Situasi ini sedikit berbeda dengan kami yang tinggal di Pulau Flores, misalnya. Di mana terdapat hutan hujan tropis yang lumayan luas dan curah hujan cukup stabil setiap tahunnya.
Setidaknya, bertolak dari keunggulan topografi tersebut masyarakat di Pulau Flores sedikit terbantu untuk kebutuhan air bersih dan memungkinkan para petani untuk mengolah lahan pertanian mereka.
Lebih lanjut, masyarakat NTT perlu bersyukur ihwal beberapa tahun terakhir ini pemerintah pusat telah membuat bendungan penampungan air di berbagai reksa wilayah di NTT.Â
Yang belakangan ini 3 di antara 9 bendungan yang akan dibangun pemerintah sudah resmi beroperasi, yakni Bendungan Raknamo di Kupang (2018), Bendungan Rotiklot di Belu (2019) dan Bendungan Napun Gete di Sikka (2021).
Semoga ke depannya dengan adanya pembangunan bendungan-bendungan ini, kita di Flobamora (akronim nama-nama pulau di NTT) tidak lagi mengeluh soal air bersih. Saya kira motivasi terbesar Presiden Jokowi adalah hal itu.
Menjaga Air, Merawat KehidupanÂ
Hari ini, 22 Maret 2021, kita semua merayakan Hari Air Sedunia. Di tengah perayaan hari air ini juga, kita umat manusia diajak untuk lebih memanfaatkan air dengan sebaik-baiknya. Selebihnya, berupaya menjaga ekosistem air agar tetap mengalir dan kualitasnya terjaga.
Hal di atas bertolak dari sebuah refleksi akan keprihatinan melihat kondisi air di bumi yang kita tinggali ini. Lantaran, dengan mata telanjang kita bisa saksikan sendiri kualitas air bersih di sungai, danau, dan laut yang saat ini umumnya sudah tercemar limbah industri maupun sampah rumah tangga.
Adalah sebuah ironi, karena di tengah perayaan hari air ini masih ada saudara sebangsa setanah air (terkhusus bagi mereka di Indonesia timur) yang pada masa-masa tertentu selalu mengeluh kekurangan pasokan air bersih untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Tak berhenti di situ, rerata isi laut kita juga sudah dipenuhi oleh onggokan sampah. Begitu juga dengan luas hutan kita yang saat ini sudah mulai berkurang dari tahun ke tahun akibat pembalakan liar dan tidak bertanggung jawab. Hutan sebagai area resapan air tak lagi bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita akan air.
Fakta ini memang sudah jelas-jelas bentuk dari kesewenang-wenangan umat manusia dalam mengelola alam dan memanfaatkan air. Entah kenapa kasus seperti ini selalu menjadi diskursus buruk setiap tahun di Indonesia.
Pihak yang paling dirugikan akibat keserakahan manusia ini adalah masyarakat di pedesaan. Mereka sudah mulai mengalami kesulitan swasembada air. Tak hanya untuk air minum sehari-hari, tapi juga untuk kebutuhan pertanian. Imbasnya, sudah pasti gagal panen dan produktivitas hasil pertanian menurun setiap tahunnya.
Maka dari itu, sebelum kita terlalu jauh melangkah dengan perilaku banal itu, seyogianya kita tidak boleh menjajah alam ini dengan semaunya dan sesuka-sukanya. Ketika kita kelewatan serakah, alam: tanah, air, dan gunung pasti akan membuat perhitungan dengan kita manusia, lewat caranya sendiri. Tentu saja.
Selamat Hari Air 22 Maret 2021.
Guido untuk Inspirasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H