Mereka semua pun makan sampai kenyang. Bahkan masih tersisa dua belas bakul penuh dari potongan-potongan roti setelah mereka selesai makan.
Mengetahui bahwa Yesus memiliki kuasa untuk mengadakan mukjizat, orang banyak itu pun selalu berusaha mencari dan menemukan Yesus. Namun, Dia mengetahui gelagat orang banyak tersebut. Karena itu, saat mereka menemukan-Nya, Dia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (Ay.26).
Kemudian Ia melanjutkan dengan menunjukkan kepada mereka makanan seperti apa yang harus mereka usahakan: "Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." (Ay.27).
Perkataan Yesus tersebut telah menggugah hati orang banyak. Karena itu, mereka berkata kepada-Nya: "Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?" Jawab Yesus kepada mereka: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." (Ay. 28-29).
Yesus kemudian meyakinkan orang banyak bahwa Dia yang telah diutus Allah -- yang tak lain adalah diri-Nya sendiri -- adalah sungguh roti hidup yang telah turun dari surga. Ia berkata kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi." (Yoh 6:35).
Dari kisah di atas dapat dipahami bahwa Yesus tidak sepenuhnya menyalahkan orang banyak yang mencari-Nya karena telah merasa kenyang. Secara tidak langsung Yesus mau menunjukkan bahwa kepuasan lahiriah itu juga penting bagi manusia.
Sikap dan pandangan Yesus ini juga sejalan dengan pemahaman tentang belalak seperti yang telah saya paparkan. Meski dalam artikel ini saya menekankan kepuasan rohaniah/batiniah sebagai tujuan tertinggi dari hidup manusia, tidak berarti kemudian kepuasan lahiriah itu jelek adanya.
Akan tetapi, sekali lagi, sebagaimana yang diingatkan oleh Yesus terhadap orang banyak, tidak cukup bagi manusia hanya sampai pada kepuasan lahiriah. Oleh karena itulah, Ia menunjukkan kepada mereka untuk melakukan pekerjaan yang dikehendaki Allah, yakni percaya kepada Dia yang telah diutus Allah. Orang banyak dituntut untuk percaya karena Dia yang diutus oleh Allah itu merupakan Sang Roti Hidup yang akan membuat mereka tidak akan lapar dan haus lagi.
Konsili Vatikan II, dalam dokumen Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa ini (Gaudium et Spes), ketika secara spesifik mengurai tentang martabat pribadi manusia menyatakan bahwa dengan tubuh jasmaniahnya yang sudah terluka oleh dosa, manusia tetap dipanggil untuk "melambungkan suaranya untuk dengan bebas memuliakan Sang Pencipta... Maka dari itu martabat manusia sendiri menuntut, supaya ia meluhurkan Allah dalam badannya, dan jangan membiarkan badan itu melayani kecondongan-kecondongan hatinya yang tidak baik." ( GS. 14).
Dalam ungkapan Paus Yohanes Paulus II, upaya manusia untuk selalu memuliakan dan meluhurkan Sang Pencipta dalam badannya dinamakan sebagai suatu pengalaman "melintas batas": menemukan yang terdalam di balik yang dangkal, yang luar biasa di dalam ketertubuhan yang biasa, yang misteri di balik yang jasmani, atau yang ilahi di dalam yang menusiawi. Maka, bisa dikatakan bahwa perjalanan "melintas batas" ini sebenarnya tidak lain merupakan pengalaman kembali kepada originalitas absolut eksistensi pribadi, sebagai insan yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (T. Krispurwana Cahyadi, Yohanes Paulus II Gereja, Teologi dan Kehidupan, 2007).
Belalak dan Kearifan Berladang Suku Dayak