Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Diary Dua Penari Beda Generasi: Mari Menari dengan Hati

31 Januari 2021   14:09 Diperbarui: 31 Januari 2021   14:12 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tari gandrung berasal dari Banyuwangi : Sumber: travel.kompas.com/Pemkab Banyuwangi

Indonesia dikenal dengan aneka seni budaya, termasuk tari tradisional. Menari sudah menjadi bagian dari nadi budaya kita. Bagaimana kisah para penggiat tari dalam mempelajari dan menghayati tari? 

Apa saja manfaat menari? Mari kita simak penuturan dua rekan kita: Suster Monika dan Mbak Maria Ayu. Mereka mewakili diary dua penari beda generasi yang sama-sama menari dengan hati.

Menari sebagai puja pada Sang Pencipta (Suster Monika SND)


Menari bukan hanya gerakan badan, namun jiwa juga menggelora dalam rasa syukur bahagia. 

Saya bersyukur boleh belajar menari sejak kecil. Ibuku membawaku ke suatu sanggar. ‘Mbah Mangku” namanya, pengajar tari dari Solo. Kami diajari dasar-dasar gerakan tari yang langsung diiringi dengan tabuhan gamelan.

Kami diajari bagaimana mengolah rasa dalam gerak dan irama, menyelaraskan raga dalam setiap gerakan nan bermakna. Dari situ saya
mengenal budaya. Menari adalah bahasa tubuh yang mengarah pada puja Sang Pencipta.

dok Suster Monika SND
dok Suster Monika SND
Tari Srimpi, Bondan, Gambyong, dan Kelono Topeng mesti dikuasai oleh wanita Jawa. Sebelum belajar pada gerakan tari lainnya. 

Setelah remaja dan masuk biara, saya baru mengenal tarian Kreasi Baru, yang waktu itu diciptakan oleh Maestro Seniman Bagong Kusudiarja. Antara lain tari Kukilo, Merak, Wira Pertiwi, Yapong, Langen Kusumo, Lenggot Bowo dan Kelana Topeng versi Kreasi Baru.

dok Suster Monika SND
dok Suster Monika SND
Menari selain menyehatkan badan, seperti berolah raga juga menyehatkan emosi karena mengolah rasa. Juga dapat menghibur di kala ada acara atau Suster yang berpesta. Bahkan sewaktu saya studi di universitas tarianku dilelang untuk mencari dana.

Saya senang menari dan membawakannya sebagai persembahan bagi Suster yang manghayubagia, di dalam maupun di luar negeri. Mereka sangat menghargai dan berseri di hari bahagianya jika saya menari. Sepertinya tak terlupakan bagi mereka dalam kenangan.

Menari bagiku tidak sembarang gerakan namun mengandung makna, sebagai pujian dan syukur. Tak jarang jika saya sendirian memuja Yang Kuasa dalam syukur gerakan tarianku yang merupakan pujian.

Menari membuat percaya diri (Mbak Maria Ayu)

Menari, menjadi pijakan awal diriku mengenal dunia seni. Pertama kali menari, saat aku duduk dibangku TK.  Menjadi penari adalah cita-citaku di saat masih kecil. Aku dalam menaripun terinspirasi dari tante-tanteku. Itupun juga didorong karena anjuran dari mereka. Menari membuat aku merasa nyaman dan senang.

Berkat menari, aku menanam bibit kepercayaan diri itu yang bisa aku pertahankan dari sekarang.

Aku berusaha melahap apapun jenis tarian yang diajarkan. Tetapi memang berangkat dari tari tradisional. Ketika duduk dibangku TK, aku sudah sering tampil dengan tari-tarian tradisional dan kreasi. Biasanya untuk mengisi acara-acara pentas seni sekolah.

dok Maria Ayu
dok Maria Ayu
Dirikupun semakin menyukai menari, hingga duduk di bangku SD. Berbagai tarian sudah aku jajal seperti Yapong,  Manipuri, Gembira, Golek Manis, Puspita, Merak Subal, dan sebagainya sampai diriku lupa. 

Oh iya, menginjak kelas 4 SD diriku juga masuk sanggar tari Prigel yang berada di daerahku. Seperti sistem pendidikan di sekolah, setiap tahunnya akan ada pementasan sebagai bentuk dari ujian tanda kelulusan naik tingkat ke level selanjutnya.

Saat menginjak kelas 5 SD, aku ingat betul. Waktu itu di tempat tinggalku, masih  menggalakkan tari kesenian daerah, yaitu Dolalak. Setiap acara apapun baik sekolah, maupun acara satu kecamatan dan kabupaten selalu ada tari Dolalaknya. Nah, diriku juga ikut berkontribusi mewakili sekolah untuk dikirim menampilkan tari Dolalak massal tersebut.

Selain itu, ada juga perlombaan tari yang sering diriku ikuti, termasuk tari Dolalak. Ada satu pengalaman membekas yang membuat diriku tertawa saat mengingatnya kembali. 

Ketika pertama kali mengikuti lomba tari Dolalak tingkat Kecamatan Kutoarjo. Satu tim terdiri dari tujuh orang dengan satu orang cadangan. Pada saat itu, salah satu patner dari tim inti tumbang, sehingga digantikan dengan satu cadangan.

dok Maria Ayu
dok Maria Ayu
Aku pun terkejut, salah satu juri  lomba itu adalah guru besar dari sanggar tari yang aku ikuti. Betapa malunya diriku, memicu jantungku semakin berdebar dengan kencang. 

Untung sekali, tanpa disangka mendapat juara 3, namun dengan catatan ketika di panggung tidak ada komunikasi dengan penari lainnya. Memang betul, karena patner cadangan salah pola lantai  dan posisi sehingga membuat penari lainnya kelabakan untuk menyesuaikan. Ya, akhirnya kita secara gantian berbisik, kongkalikong mendiskusikan pola lantai diatas panggung.

Betapa lucunya saat itu ketahuan juri ternyata kami berdiskusi di atas panggung. Wah, benar-benar pengalaman menggelitik yang aku rasakan. Sekaligus bisa menjadi pecut diriku dan rekan satu tim untuk tidak mengulanginya lagi. Dari situlah, diriku mulai berkembang dan belajar untuk improvisasi.

Memahami  ruang itu adalah panggung yang mempunyai peraturan yang harus ditaati, apapun yang terjadi termasuk kesalahan atau kecelakaan seperti itu. Selalu rutin mengikuti perlombaan Tari Dolalak bsewaktu SD di tingkat kecamatan ataupun kabupaten konsisten mendapat Juara 3.

Tidak hanya itu, karena waktuku ketika duduk dibangku SD kuhabiskan untuk menari, mendorong diriku sudah mempunyai cita-cita untuk bersekolah di jurusan Tari. Itupun karena terinspirasi dari orang yang aku temui, selain tanteku juga teman ataupun guru yang  berada di sanggar tari. Mereka adalah sosok inspiratif dan hebat bagiku. Karena berkat menari, bisa berbagi , kreatif, serta mengenal budaya lain. Peluang sangat besar untuk berkeliling dunia.

Menginjak bangku SMP, diriku masih memilih ekstrakulikuler menari, namun diriku tak berhenti untuk mulai mempelajari tari modern (modern dance). Ya, seperti itulah. SMP menjadi diriku cenderung banyak tampil atau mengikuti lomba modern dance, sekaligus sebagai bekal menambah pengalaman.  

Oh iya, karena bisa terbilang daerah tempat tinggalku masih jarang yang memilih tari modern. Modern dance masih dianggap sebagai sesuatu hal yang kurang pas untuk dipandang mata, namun itu tidak menjadikanku halangan atau putus asa. Diriku bersama rekan-rekanpun tetap mengusahakan belajar tari modern. Ototidak. 

Saat mengikuti perlombaan pun, tidak ada pelatih. Dengan tekad yang kuat kami latihan sendiri dan buat gerakan sendiri. Memikirkan konsep sedemikian rupa supaya mengimbangi peserta-peserta lainnya. Ah, kerja keras memang tidak mengkhianati hasil untuk tingkat kabupaten saja , tim dance berhasil mendapatkan juara 2.

Mencoba, naik ke level yang lebih lagi. Mengikuti lomba di luar daerah, tanpa basa basi, karena merasa membutuhkan pelatih. Akhirnya, secara inisiatif diriku bersama rekan-rekan berjualan makanan untuk membiayai pelatih. Sangat senang, walaupun banyak pertentangan sana-sini. Kami tetap berusaha menerjang itu semua. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak bisa mendatangkan uang.  

Saat itu diriku duduk dibangku kelas 3 SMP. Betapa kacauannya situasi saat itu, belajar, latihan, dan berjualan. Namun, bisa kami lewati bersama-sama. Kami tetap bisa mempertanggung jawabkan pelajaran disekolah kita. Nilai-nilai seperti solidaritas, kreativitas, manajemen waktu, persahabatan pun  tanpa disadari sudah dilakukan pada saat itu. 

Ya, walaupun tidak mendapatkan juara pada lomba kala itu, namun tidak membuat semangat padam. Kami tetap mensyukuri hasil dan berbangga hati karena perjuangan dan kerja keras yang sudah kami tempuh selama berdinamika bersama.

Modern dancepun berlanjut juga hingga Ayu duduk dibangku SMA. Walaupun, tetap memungkinkan beberapa kali juga kerap mewakili sekolah untuk mengikuti Tari Dolalak. Bahkan tampil di pentas seni sekolah membawakan tari tradisional.

Kalau semasa Ayu sekolah di SMA, kebetulan mata kuliah Seni Budaya dan Keterampilan, salah satunya adalah menari tradisional. Disitu Ayu banyak belajar tarian baru seperti Blek Dit Dot, Tari Rantak, Tari Dindin Badindin, dan sebagainya. Ketika penerimaan rapot dan kenaikan kelas, Ayu juga selalu ditunjuk sebagai perwakilan tiap angkatan untuk mengisi tarian yang sudah dipelajari dikelas. 

Ada pengalaman menarik. Ketika ujian praktik kelulusan SMA, kelompok diberi kesempatan untuk menciptakan gerakan tari sendiri. Sudah terhitung tari kreasi, nama tariannya kalau tidak salah ingat tari reresikan.

Ah, betapa senangnya diriku. Kebetulan, teman satu tim mempercayakan aku untuk membuat gerakan. Disitulah ajang ide aku dapat direalisasikan. Gabungan antara gerakan tari modern dan tradisional dapat menghiasi setiap alunan musik. Tidak ada permasalahan ternyata, ketika music tari daerah dikolaborasikan dengan gerakan tari modern. Wah, sungguh salah satu pengalaman yang berkesan.

Sembari setiap waktu menekuni tari tradisional ataupun modern dance, Ayu juga belajar tari-tarian bermusik lambat untuk kegiatan pentas, atau tampil di altar gereja. Memakai gaun putih nan indah.

Ah, jika mengingat hal tersebut diriku menjadi rindu untuk menari. Sudah lama diriku tidak menari, karena semenjak SMA diriku memilih berkiprah menghabiskan waktu untuk mempelajari seni teater sampai kuliah. Namun, menari sangat berpengaruh bagiku, ketika mencoba ruang kesenian lainnya. Tidak ada keterampilan mengikuti menari yang terbuang sia-sia. Di ruang barupun diriku merasa tari sangat bermanfaat. Berkat tari diriku menjadi percaya diri. Berkat tari diriku mempunyai badan yang lentur dan luwes.

Tari juga bisa diriku  tetap praktikan di dalam seni teater. Buktinya, saat pementasan monolog Tua , sutradara memberikanku penawaran untuk menjadi seorang penari. Maka, dalam pertunjukan disuguhkannya tari ala ala balet dan ronggeng. Hal itu ku manfaatkan untuk menjadi pelepas rinduku dalam menari. Disitulah diriku berkreasi menciptakan gerakan tari untuk monolog. 

Namun, sayangnya pada akhirnya diriku tidak bisa mewujudkan cita-cita yang aku impikan sewaktu kecil. Tetapi, menari tetap menjadi kegemaranku. Diriku tetap bisa menari dimanapun memanfaatkan ruang-ruang yang ada walaupun hanya sepotong-potong saja.  Menari tetap menghidupi jiwaku hingga saat ini.

Oleh Suster Monika SND dan Maria Ayu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun