Adakah yang lebih indah dari menata senyuman keluarga kecil, dan bahagia bersama-sama sampai akhir hayat?Â
Mengarungi biduk rumah tangga, berbagi keceriaan dan memecahkan masalah di meja makan. Berlibur setiap akhir pekan, merekam langkah mungil sang buah hati.
"Kapankah semua akan terwujud?" gumam Maya.Â
Jarum jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Maya, masih terpaku di depan laptop. Menjelajah dunia virtual dengan jemari lentiknya. Berselancar dalam situs pencari jodoh.Â
Dua minggu lalu, Maya menemukan tambatan hati. Seorang lelaki tampan, kaya, baik hati, dan perhatian.Â
Lewat sebuah situs kencan daring. Ia berusaha mencari latar belakang sang lelaki pujaan. Stalker mode on. Namun, sedikit informasi tentangnya di internet.Â
Maya, memberanikan diri untuk kopi darat. Berharap, rupa dan tabiat sang lelaki. Tidak terlalu jauh dari kolom deskripsi dan foto profil.Â
Kencan pertama, berjalan dengan lancar. Meskipun, agak sedikit canggung. Maklum, Maya sangat pemalu. Butuh dua jam untuk berkenalan. Hingga suasana cair dengan canda tawa dan obrolan ringan.
Mereka, saling bertukar nomor handphone. Keceriaan menghinggapi Maya seminggu berturut-turut. Bertukar kabar, berbagi cerita, saling mengingatkan, sampai kata-kata mesra yang seakan otomatis mengalir.Â
"May, aku takbisa datang malam minggu besok."Â
Sebuah voice note yang terakhir kali Maya dengar. Pada nomor, yang sudah tak dapat dihubungi lagi.Â
Kesedihan, hanya itu yang Maya rasa. Ribuan pertanyaan, dalam hatinya yang tak kunjung menemukan jawaban. Apa dan kenapa? Ataukah siapa? Ke mana, hati sang pujaan hati berlabuh?
Rentetan kisah kasih yang berakhir sedih. Maya, pernah menelan getir seperti ini sebelumnya. Berkenalan, dekat, jatuh cinta, dan ditinggalkan. Tanpa penjelasan.
Bahkan, dua tahun lalu. Ia harus rela kehilangan isi tabungan. Terbujuk rayuan maut dan tipu muslihat. Pencuri hati, sekaligus pencuri dalam makna harfiah.
Setahun lalu, Maya berkutat dalam rentetan teror. Ke empat istri, dari lelaki yang tengah dekat dengannya. Menumpahkan amarah dan kebencian pada Maya. Yang bahkan, tak lagi punya hubungan dengan suami mereka.
Usia 30, bagi Maya adalah picu bom waktu. Pertaruhan terakhir, dari kisah kasih yang getir. Dan malam itu, pencarian harus dia tuntaskan.Â
Pagi menjelang, Maya tertidur di depan laptop. Dalam mimpinya, terus menerus mencari profil sempurna di dunia maya.
Hingga, dering telepon membangunkannya seketika. Mata merah, rambut berantakan dan wajah lesu. Mengawali harinya di tahun baru.Â
"May, kuy lah bubur ayam," ucap Billie di ujung telepon.
"Bilie!" Seru Maya, kesal.
"Ah elah, May, " keluh Billie.Â
Maya menutup telepon. Ia tak menghiraukan ajakan Billie. Malah kembali melanjutkan tidur malamnya yang tertunda. Kasihan Maya.Â
Siang itu, Maya sibuk mencari mie instan. Bahan makanan sudah habis ternyata. Seisi dapur, sudah dua kali dia jejalahi. Malas rasanya, harus turun ke bawah. Hanya untuk membeli makan.Â
"Pesen daring lagi, apa belanja bulanan?" Pikirnya. Â
"Kenapa, dulu ambil apartemen lantai 15!" sesalnya.Â
Setelah menatap wajahnya di cermin. Ia Sadar, Â matanya punya kantung mata. Kemudian, bergegas masuk kamar mandi.
Dandanan maksimal, make up tebal dan baju casual. Tak lupa masker dan hand sanitizer. Maya siap untuk belanja bulanan.Â
Begitu pintu dibuka, Maya terkejut. Bungkusan berisi bubur ayam, menggantung di gagang pintu.Â
"Pasti si Billie," ucap Maya.
Rasa lapar, memaksanya untuk menikmati bubur ayam pemberian Billie. Meskipun sudah dingin. Siang itu, Maya makan dengan lahapnya.
Saat kembali membuka pintu, Maya kembali mendapatkan kejutan. Kali ini, bukan makanan. Tetapi kehadiran sang lelaki pujaan hati. Roy namanya.
"Apa kabar?" sapa Roy.
"Aku ke sini, mau melamar kamu," lanjutnya.
Hati Maya berbunga-bunga. Air matanya seakan tak terbendung. Ia tak bisa berkata apa-apa. Hanya terpaku menatap Roy.
"Setelah menikah, aku mau kamu ikut ke Jepang. Kita bisa bahagia di sana," pinta Roy.
"Tapi, ada satu syarat," ucapnya.
"Apa?" jawab Maya pelan.
Roy menghela nafas dan berkata, "Aku mau, kita menunda kelahiran. Lima tahun saja."
"Kenapa?" tanya Maya kebingungan.
"Demi karier, aku mau fokus," jawab Roy.
Maya terdiam, ia berpikir mendalam. Menutup matanya sekejap dan berkata, "Maaf, sebaiknya kamu cari yang lain."
Pintu tertutup. Maya mengusir Roy dengan halus. Membiarkan orang yang dinantikan selama ini, kembali hilang dari hidupnya.
"Billie, kuy anter belanja bulanan," ucap Maya.
"Kuy, segera meluncur," jawab Billie dari ujung telepon.
Maya tersenyum, ia tahu keputusannya sudah tepat. Melepaskan mimpi, dan mulai mengarungi kenyataan. Bersama Billie.
Maya mengenal Billie sudah 5 tahun, rekan kerja yang menyatakan cinta dua belas kali banyaknya. Setelah empat tahun lalu, ditinggal menikah oleh Mira. Teman dekatnya.
Keseharian, baik buruk dan asal usul keluarga Billie, Maya sudah mengenal sejak lama. Dalam hatinya berkata, "Mira sudah bahagia, kenapa aku harus memikirkan perasaannya. Jika aku, menerima cinta Billie."
Tak ada kata terlambat untuk meraih kebahagiaan. Tak akan lari, jodoh dikejar.Â
Dian Al Batami
Batam, 5 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H