Sesampai di lokasi acara, gesekan fiol diringi pukulan tifa, petikan gambus dan lantunan syair sang komando atau pemimpin pesta sudah menggema. Para orang tua terlihat begitu menikmati setiap gerakan. Komando yang berada paling depan sesekali membuat gaya unik dan membuat masyarakat tertawa.
Namun, jika syairnya tentang nasihat, banyak yang berkaca-kaca. Mengingat setiap kenangan tentang orang tua dan kehidupan yang sudah mereka jalani.
Walaupun dalam setiap tarian, gerakan yang ditunjukan tidak lagi murni atau asli. Ada beberapa bagian yang dihilangkan, terutama yang paling nampak ialah cara berpakian dan berpegangan tangan.
Saya masih mengingat dengan detail, dulu di periode 1990-an silam, ketika diadakan pesta togal, nenek saya dan anak-anaknya mengenakan kebaya dan pakian bernuansa Islami. Tak lupa mereka membawa selendang kecil yang digunakan untuk wadah yang bakal dipegang oleh para pria.
Pakian kebaya mereka seragam. Tak lupa rambut setiap dari mereka dikonde. Sementara bawahan menggunakan kain batik. Sementara para pria, menggunakan celana kain dan kameja.
Setiap gerakan yang dimainkan sangat berirama, teratur dan rapi. Dalam sekali melakukan tarian hanya terdapat 15-20 pasangan.
Saya juga masih mengingat bagian-bagian yang hilang tersebut, seperti saat berhadapan dan berapa kali putaran dilakukan. Dulu, mereka melakukan gerakan dengan halus dan berkesan.
Sementara yang terjadi saat ini, mulai dari pakaian hingga gerakan sudah banyak yang hilang. Bahkan, dengan dalil seni, tarian togal terutama soal musik, sudah tidak dimainkan melainkan diputar lewat kaset dengan sedikit tambahan musik modern.
Gerakannya pun banyak yang hilang. Bahkan para tetua (mereka yang berada di umur 60-70 an) pun sering berujar bahwa tarian togal yang sekarang dimainkan sudah tak asli. Kasar dan semrawut diperagakan.
Pesta togal malam ini, hanya diselenggarakan hingga pukul 12 malam. Selebihnya dirangkai dengan pesta joget. Bagiannya anak muda.