Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Togal, Tarian Tradisional yang Terkepung Zaman

13 Desember 2020   12:30 Diperbarui: 14 Desember 2020   04:30 1598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat tetap menyelenggarakan acara pesta ronggeng ini setiap ada hajatan, semisal pernikahan, sukuran, kampanye, memenangkan sebuah pertandingan, perpisahan mahasiswa dengan warga, dan segala bentuk landasan lainnya.

Kebiasaan orang Timur, utamanya orang Maluku Utara, menyelenggarakan pesta ronggeng (modern) karena pengaruh kebudayaan Portugis dan Belanda. Sementara pesta tradisional, tide-tide (Tobelo-Galela), togal (Makian), lalayon, dll sudah ada sebelum kedatangan penjajah.

Secara tidak langsung ada dua kebudayaan yang bertabrakan. Di satu sisi, tarian tradisional semisal togal sedang mengalami degradasi karena perkembangan jaman, sementara pesta joget 'baronggeng', tumbuh subur.

Pada posisi ini, yang kalah tentu saja tarian tradisonal. Sehingga, tari-tari tradisonal kebanyakan dimainkan hanya pada saat acara-acara penyambutan serta pesta rakyat. Tak jarang, tarian traisional menjadi ajang perlombaan setiap sanggar.

*

Malam acara pun tiba, anak-anak remaja di desa kami, Tafasoho, Kabupaten Halmahera Selatan, selepas Ba'dah Isya sudah bersiap-siap. Mereka akan pergi meramaikan acara pesta togal karena undangan dari kepala pemuda desa tetangga. Walaupun pesta togal kurang disukai, tetapi karena undangan, mereka harus hadir.

Undangan ini selain karena bagian dari tradisi juga bagian dari keamanan saat pesta berlangsung. Jika tak ada undangan dan masyarakat dari kampung sebelah tetap datang menghadiri sebuah acara, maka konsekuensi ditanggung sendiri. Sebab, setiap penyelenggaraan pesta, baku pukul selalu terjadi.

Baju terbaik, spokat andalan dan minyak wangi adalah bentuk persiapan yang sering dilakukan masyarakat sebelum menuju  lokasi acara pesta. Walaupun sampai di lokasi semua persiapan terbaik itu sering tak berguna, karena derasnya keringat akibat menempuh perjalanan  dengan jalan kaki.

Pukul 10 hingga 11 malam biasanya mereka sudah bergerak menuju lokasi acara. Pun dengan masyarakat desa tetangga lain yang sama-sama mendapat undangan.

Tak jarang anak-anak remaja atau masyarakat membentuk kelompok-kelompok, berjumlah 10 atau 15 orang sekali jalan. Selain itu,  tak lupa mereka juga melakukan briefing kalau-kalau acara pesta berujung konflik.

Jika pesta yang diselenggarakan adalah pesta togal maka orang tua-tua juga sering ikut. Namun, jika pesta joget maka jarang sekali orang tua-tua di desa kami ikut ke lokasi acara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun