Menurut Agus  Wibowo  (2013:38),  pendidikan  antikorupsi  ditakrifkan sebagai upaya sadar  dan  terstruktur guna mewujudkan  proses  belajar  mengajar  berlandaskan nilai-nilai antikorupsi.Â
Ada tiga aspek pendidikan antikorupsi, yakni pengalihan  pengetahuan  (aspek kognitif),  pembinaan karakter  (aspek afektif)  dan kesadaran  moral dalam melakukan perlawanan (aspek psikomotorik) terhadap perilaku koruptif. Â
Di beberapa sekolah, telah ada upaya membangun kantin kejujuran. Dua sekolah di Solo, yakni SMAN 6 dan SMPN 10 tercatat sejak 2018 memiliki kantin kejujuran yang dikelola siswa. Meski tidak ditunggu petugas, pembeli diharapkan membayar barang sesuai harga dengan penuh kejujuran.
Menariknya, SMAN 6 Solo adalah sekolah tempat Presiden Joko Widodo pernah belajar. Sementara SMPN 10 adalah tempat Ibu Negara, Iriana Jokowi pernah menuntut ilmu.Â
SMA 6 Solo dan SMP 10 Solo bekerjasama dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo dalam pendirian kantin kejujuran yang diharapkan menjadi proyek percontohan di Jawa Tengah. Demikian rilis Kompas.com pada 13/05/2018 lalu.
Ide kantin kejujuran ini bukan barang baru. Inisiatif kantin kejujuran ini digagas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung sejak tahun 2008. Catatan Kemendikbud pada tahun 2008, terdapat seribu kantin kejujuran di aneka sekolah negeri.Â
Sayang sekali, entah karena kurang diperhatikan atau memang ada oknum yang tidak jujur, banyak kantin kejujuran yang gulung tikar. Â Di Bekasi, misalnya, sejak 2007 telah ada 697 kantin kejujuran.
Pada 2018, hanya tinggal satu kantin kejujuran yang masih lestari.Â
Hal serupa terjadi pula pada kantin kejujuran di sejumlah lembaga di luar sekolah. Misalnya yang dikelola koperasi. Adanya praktik ketidakjujuran membuat kantin-kantin kejujuran merugi.Â
Yang bertahan biasanya karena faktor semangat dari pengelola untuk melanjutkan kegiatan positif ini demi penanaman nilai kejujuran.