Kembali ke Pilkada daring, jika memang bisa diimplementasikan bagaimana kira-kira mekanismenya?
Pilkada daring ini meskipun sama-sama menggunakan teknologi informasi, tidaklah sama dengan pemilu atau pilkada elektronik (e-Voting). Konsep e-Voting, pemilih tetap datang ke TPS namun surat suara diganti dengan layar sentuh. Pemilih cukup menyentuh gambar calon kepala daerahnya seperti halnya menyentuh layar pada smartphone lalu pilihannya akan direkapitulasi secara otomatis dan dikirim ke server KPUD. Di masa pandemi ini penggunaan perangkat secara bersama-sama tentu dihindari karena berpotensi menyebarkan Covid-19. Sementara untuk Pilkada daring konsepnya hampir sama dengan sistem e-learning pada sekolah dimana pemilih diberikan situs atau link tertentu untuk menyalurkan hak suaranya menggunakan handphone/smartphone, laptop, tablet, desktop atau gadget lainnya. Tentunya disarankan untuk tidak menggunakan link gratis dari layanan multi-platform Google (seperti Google Form, Google Drive, dll.). Penyelenggara Pilkada dapat menggunakan situs resmi prov/kab/kota.kpu.go.id (contoh kota-depok.kpu.go.id atau kab-banyuwangi.go.id) untuk sarana atau media pemungutan suara.Â
Pemilih yang akan menyalurkan aspirasinya harus benar-benar terdaftar di DPT terbaru. NIK adalah nomor unik yang bisa dijadikan sebagai username pemilih. Otentikasi dapat dilakukan menggunakan OTP (One Time Password) yang akan dikirimkan ke nomor handphone yang telah terdaftar pada sistem dukcapil saat melakukan registrasi nomor seluler. Jika menggunakan nomor pasca bayar atau nomor telepon berubah, update nomor telepon dapat disediakan pada situs tersebut dengan verifikasi menggunakan NIK dan foto KTP disertai pemiliknya.Â
Masalah keamanan informasi serahkan saja ke ahlinya karena transaksi perbankan melalui internet saja saat ini sudah bisa secure maka seharusnya pemungutan suara online juga bisa dijamin keamanan dan kerahasiaan informasinya. Jika ada kendala jaringan internet/seluler yang kurang mamadai, maka Pilkada bisa dilakukan secara asimetris, sebagian daring dan sebagian lainnya menggunakan cara konvensional datang ke TPS. Paling tidak solusi ini dapat mengurangi kerumunan massa pemilih.
Terkait Pilkada daring ini, ketua KPU Arief Budiman beberapa waktu lalu pernah mengatakan bahwa kita jangan menghilangkan kultur pemungutan suara langsung. Dalam konteks pemilihan umum, yang dimaksud dengan langsung adalah pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai keinginan sendiri tanpa perantara atau tanpa melalui lembaga perwakilan (DPR/DPRD). Asas langsung tidak dapat dimaknai secara sempit bahwa pemilih harus datang sendiri secara langsung ke TPS. Menurut penulis, pemilih dapat juga memanfaatkan teknologi informasi untuk menyalurkan aspirasinya dan ini tidak bertentangan dengan asas pemilu langsung. Pemilih datang langsung ke TPS atau menggunakan bantuan teknologi informasi hanya masalah teknis pelaksanaan.Â
2. Pilkada Menggunakan Pos
Jika solusi Pilkada daring belum memungkinkan dengan berbagai alasan, Pilkada juga dapat dilakukan dengan mengirimkan surat suara menggunakan pos ke KPUD setempat (dengan asumsi perhitungan suara dilakukan di KPUD). Sebagian WNI di luar negeri telah menggunakan cara ini untuk beberapa kasus seperti jarak TPS terlalu jauh atau kondisi pemilih yang tidak memungkinkan datang ke TPS.Â
Karena pemilu kali ini bersifat lokal (daerah) maka pengiriman surat suara yang sudah dicoblos melalui pos relatif lebih cepat sampai ke tujuan. Mekanismenya, pemilih datang ke kantor pos terdekat dan memasukkan kertas suaranya yang ke tempat yang sudah disediakan di kantor seperti bus surat. Semua biaya pengiriman surat suara lewat pos akan ditanggung KPUD.Â
Untuk menjamin kerahasiaan, tentunya surat suara dimasukkan ke dalam amplop. Untuk menghindari kerumunan di kantor pos, pemilih tidak diperkenankan berlama-lama di kantor pos. Masalahnya mungkin perhitungan suara baru bisa dilakukan pada hari H+1. Peraturan KPU atau bahkan UU Pilkada harus disesuaikan agar pemungutan suara dapat dilakukan keesokan harinya, karena dalam prakteknya pun pada pemilu 2019 lalu ada beberapa TPS yang masih melakukan perhitungan suara hingga pukul 02.00 keesokan harinya.
Seperti halnya solusi pertama, solusi kedua ini juga bisa dilakukan secara asimetris/kombinasi. Pemilih yang memiliki jaringan internet di rumahnya dapat memfoto surat suara dan mengirimkannya menggunakan e-mail ke alamat resmi KPUD setempat. Agar tidak menggunakan e-mail publik seperti gmail, yahoo, dll., pemilih yang ingin menyampaikan aspirasinya menggunakan e-mail akan diberikan akun email resmi dengan format NIK@prov/kab/kota.kpu.go.id (contoh 5171033112800123@kota-denpasar.kpu.go.id) setelah melakukan registrasi singkat.Â
Untuk menjamin kerahasiaan pilihan pengirim/pemilih, sistem e-mail akan diatur sedemikian hingga nama pengirim e-mail akan disembunyikan by system. Untuk pengembangan ke depan, jika dapat diverifikasi dan datanya aman (tidak dapat diintersepsi) pemilih juga bisa mengirimkan pilihannya menggunakan aplikasi perpesanan WhatsApp, Telegram, dll.