Mohon tunggu...
INS Saputra
INS Saputra Mohon Tunggu... Penulis - Profesional IT, praktisi, pengamat.

Profesional IT, praktisi, pengamat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Polemik Ambang Batas Calon Presiden 2019

7 Juli 2017   19:29 Diperbarui: 23 Juli 2017   09:30 2508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Argumentasi dari usulan ini adalah:

  1. Persentase jumlah kursi di DPR hasil pemilu legislatif tahun 2014 sudah digunakan sebagai acuan atau syarat pemilihan presiden tahun 2014, maka seharusnya tidak digunakan kembali sebagai syarat untuk pemilihan presiden tahun 2019.
  2. Karena sesuai UU yang mengusulkan calon presiden dan wakil presiden adalah partai politik maka seyogyanya semua partai politik (baik yang memiliki kursi maupun tidak memiliki kursi di DPR) berhak mengajukan calon dengan persyaratan tertentu. Partai-partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR atau partai baru diberikan syarat pencalonan sedikit lebih berat dibandingkan dengan partai-partai politik yang memiliki kursi di DPR.
  3. Pasangan calon presiden dan wakil presiden harus diusulkan oleh setidaknya 2 (dua) partai politik dimaksudkan agar satu partai dapat mengajukan calon presiden dan partai lainnya mengajukan calon wakil presiden berdasarkan asas proporsionalitas.
  4. Dengan usulan ini maka tidak ada lagi istilah ambang batas calon presiden (presidential threshold), namun semua partai politik diwajibkan menjalin kerjasama (koalisi) dengan paling sedikit 1 (satu) partai politik lainnya untuk partai politik yang memiliki kursi di DPR dan menjalin koalisi dengan paling sedikit 3 (tiga) partai politik lainnya untuk partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR/partai politik baru.
  5. Jika presidential threshold tetap dipertahankan 20% jumlah kursi DPR atau 25% suara sah nasional sebagaimana UU No. 42 tahun 2008 sebelum revisi, maka semua partai politik (termasuk PDIP dan Golkar) tidak dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden sendiri. Artinya, usulan pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden dari gabungan partai politik ini masih in line dengan kepentingan partai politik besar namun juga akomodatif terhadap kepentingan partai-partai politik menengah dan kecil. Bahkan partai-partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR/partai-partai politik baru juga dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presidennya dengan syarat tersebut di atas.

Dengan komposisi saat ini, yakni terdapat 10 (sepuluh) partai politik yang memiliki kursi di DPR (PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PKB, PKS, PPP, Partai NasDem dan Partai Hanura), 2 (dua) partai politik tidak memiliki kursi di DPR karena tidak lolos parliamentary threshold pada pemilu legislatif tahun 2014 (PBB dan PKPI), dan 4 (empat) partai politik baru, dengan asumsi lolos verifikasi faktual KPU (Perindo, PSI, Partai Idaman dan Partai Berkarya) maka jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden maksimal adalah 6 (enam) pasangan calon.

Namun jika usulan kompromistis presidential threshold10% disetujui bersama oleh pemerintah dan DPR dan disahkan menjadi UU maka berdasarkan persentase jumlah kursi di DPR yang ada saat ini, hanya PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra dan Partai Demokrat yang dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden sendiri, sedangkan 6 (enam) partai politik lainnya (PAN, PKB, PKS, PPP, Partai NasDem dan Partai Hanura) harus berkoalisi setidaknya dengan satu partai politik lainnya. Jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden maksimal dengan presidential threshold 10% adalah 7 (tujuh) pasangan calon. Disamping itu dengan presidential threshold 10%, partai-partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR/partai-partai baru tidak dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presidennya.

Demikian usulan penulis terkait polemik presidential threshold yang menyebabkan pembahasan revisi UU Pemilu berlarut-larut hingga belum selesai sampai saat ini.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat dijadikan pertimbangan oleh seluruh pemangku kepentingan termasuk anggota Pansus RUU Pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun