Cara pemanfaatannya adalah dengan cara membuat kotak baterai yang terdiri dari elektroda positif dari tembaga dan elektroda negatif dari seng yang dirangkai seri. Limbah lidah buaya tersebut harus diberi formalin agar tidak terlalu membusuk. Daya yang dihasilkan pada dua kotak yang berisi limbah lidah buaya adalah sekitar 25 watt.
Pembangkit tenaga listrik mikrohidro yang kami buat memiliki prinsip memanfaatkan  jumlah debit air per detik yang ada pada aliran air  irigasi dan sungai di Kulon Progo, Yogyakarta. Aliran air ini akan memutar poros turbin sehingga menghasilkan energi mekanik. Energi ini selanjutnya menggerakkan generator dan menghasilkan energi listrik. [Baca : ini.]
5. Medali Emas pada International Young Inventor Award kategori Energi Terbarukan di Surabaya Convention Hall
6. Pengembangan Teknologi Pembuat Gelembung Oksigen di Pantai Bantul
Berdasarkan observasi langsung pada tambak ikan dan udang di pesisir pantai Baru, Kulon Progo yang menjadi salah satu unggulan ekonomi di masyarakat sekitar. Petani tambak mengeluhkan terkait mahalnya pengoperasian motor penghasil gelembung oksigen di tambak untuk pemeliharaan udang. Pertanian tambak Udang sering kita jumpai bahwa penghasil gelembung oksigen sekarang menggunakan motor listrik atau genset sehingga energi yang digunakan dalam menjalankan alat tersebut sangat besar.Â
Biaya habis pakai dalam menjalankan alat tersebut yaitu Rp 100.000,00 untuk genset dan Rp 50.000,00 untuk motor listrik, petani tambak yang menggunakan motor listrik untuk luas tambak ukuran 100 m2sehingga dalam satu bulan menghabiskan dana sekitar Rp 3.000.000,00 untuk operasional genset dan Rp 1.500.000,00 untuk pengoperasian motor. Selain energi yang besar alat tersebut juga membutuhkan perawatan secara khusus. Maka, berdasarkan hal tersebut saat ini saya dan teman saya, Indra Dwi Suryanto sedang mengembangkan teknologi Pembuat Gelembung Oksigen bertenaga hybrid. Pembuat gelembung oksigen ini digunakan untuk perlengkapan budidaya ikan dan udang di tambak.Â
Alat yang kami buat ini menggunakan solarcell dan turbin angin sebagai energinya. Saat ini alat tersebut dikembangkan di Bantul untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Alat ini hanya menggunakan energi sebesar Rp 6.500,00/hari sehingga dalam satu bulan hanya menghabiskan Rp 135.000,00. Dengan keadaan ini petani tambak udang bisa menghemat biaya pengoperasian yang dikeluarkan dan dapat meningkatkan produksi secara mandiri, murah dan ramah lingkungan. [Baca:Â ini.]