Melarat sudah aku, tak punya ilmu untuk menujumu. Miskin waktu yang tiada berkesudahan, lara mendalam dalam ke tololan.
Sudah aku menggarap sebait goresan menjadi narasi panjang. Namun, tetap melarat aku di sandingkan denganmu. Tinta yang mencair dalam kertas hanya berwarna hitam tanpa arti. Lalu ku ambil spidol warna-warni, ku tarik panjang di atas tulisan yang blur. Namun, tetap saja tiada arti.
Sungguh lidah tak terucap, tak kala mata memandang goresan pena. Bukan karena makna yang terkandung, hanya saja kekosongan dalam goresan ya.
Melarat sudah aku,
Kepuasan atas kertas yang bertumpuk yang selama ini ku sebut karya. Bagai kertas lusuh di sanding denganmu.
Melarat sudah aku,
Lantas apa benar aku seorang pro?
Seperti pikiran berucap, lagak dada yang membusung, lantas tepukan tangan nangkring di dada.
Aku sang fakir ilmu, yang mendongak kepala tanpa perasa. Karyamu sungguh sebuah aksara, sang fakir yang congkak menunduk dalam. Menarik kertas perlahan, kemudian menghilang.
Melarat sudah aku,,
Melarat ilmu, melarat karya..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H