Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa Kita Membutuhkan Escapism?

20 Januari 2025   04:30 Diperbarui: 20 Januari 2025   17:03 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengapa Kita Membutuhkan Escapism? Foto: Ino Sigaze.

 

Di tengah roda perjalanan kehidupan yang semakin lancar berputar, tidak terasa bahwa kejenuhan menghampiri begitu sunyi hingga orang semakin gemar mencari alternatif untuk lari dari prioritas utama | Ino Sigaze.

Ada saat-saat dalam hidup ketika kita merasa terperangkap dalam rutinitas yang melelahkan. Tugas-tugas menumpuk, jadwal semakin padat, dan tubuh terasa lelah, baik secara fisik maupun mental. 

Di tengah kesibukan yang tak berkesudahan, muncul keinginan untuk sejenak melepaskan diri dari segala tekanan. Fenomena ini dikenal sebagai escapism, sebuah pelarian mental dan emosional yang sering kali dipandang sebagai cara untuk mencari jeda dari realitas yang melelahkan.

Sebagai seseorang yang menjalani hari-hari penuh dengan pekerjaan dan tanggung jawab, saya pernah merasakan kebutuhan mendesak untuk mencari ruang bernapas. 

Kesibukan sehari-hari membuat kepala terasa penuh dan sulit untuk fokus. Namun, benarkah escapism adalah solusi yang sehat? Atau, apakah ia hanya menjadi penunda yang membuat kita semakin jauh dari akar permasalahan?

Memahami Escapism

Menurut Dr. John D. Mayer, seorang psikolog dan penulis buku Personal Intelligence: The Power of Personality and How It Shapes Our Lives (Scientific American/Farrar, Straus and Giroux, 2014, hlm. 78), escapism adalah strategi psikologis di mana seseorang mencoba mengalihkan perhatian dari masalah atau tekanan dengan memfokuskan diri pada aktivitas yang menyenangkan atau berbeda. 

Escapism bisa berwujud berbagai hal, seperti menonton film, bermain game, bermain tiktok, menulis status di FB, membaca buku, atau bahkan berlibur ke tempat yang jauh.

Namun, Mayer juga mengingatkan bahwa escapism tidak selalu berdampak positif. "Ketika digunakan secara berlebihan, escapism dapat mengalihkan kita dari menghadapi masalah nyata," tulisnya. 

Di sisi lain, jika dilakukan dengan proporsi yang tepat, escapism bisa menjadi cara efektif untuk meredakan stres dan mengembalikan energi.

Mengapa Kita Membutuhkan Escapism?

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal of Personality and Social Psychology (Volume 104, 2013), dikemukakan bahwa escapism dapat membantu mengurangi beban kognitif dan emosional yang terlalu berat. 

Penelitian ini menyebutkan bahwa aktivitas yang sederhana, seperti mendengarkan musik atau berjalan-jalan di alam terbuka, dapat membantu otak untuk memulihkan diri dari kelelahan (Müdigkeit).

Bagi saya, momen escapism adalah ketika saya meluangkan waktu untuk menonton serial favorit di akhir pekan atau sekadar duduk di taman sambil membaca buku, menulis artikel dengan pilihan tema-tema kesukaan, menulis karya-karya imanjinatif dan pergi ke pantai untuk menikmati keindahan alam entah sekedar mendengar deru ombak dan banyak lagi sejenisnya. 

Aktivitas ini mungkin terlihat sederhana, tetapi memberikan dampak besar dalam menjaga kesehatan mental. 

Ia menjadi seperti oase di tengah padang pasir kehidupan yang kering. Ada energi baru yang saya dapatkan untuk kembali bersemangat pada tanggung jawab utama.

Ketika Escapism Berubah Menjadi Masalah

Namun, escapism tidak lepas dari risiko. Ketika digunakan sebagai alat untuk menghindari tanggung jawab atau menghadapi masalah, escapism justru dapat memperburuk keadaan. 

Misalnya, seseorang yang terus-menerus bermain game untuk menghindari stres pekerjaan bisa kehilangan produktivitas dan malah menambah masalah baru. Ia bisa saja semakin tidak peduli pada orang lain yang sermah atau sekomunitas dengannya.

Dr. Bren Brown dalam bukunya Daring Greatly (Penguin Random House, 2012, hlm. 133) menyebutkan bahwa "pelarian sesaat adalah wajar, tetapi penting untuk kembali ke realitas dengan cara yang sehat." 

Ia menekankan pentingnya kesadaran diri untuk mengenali kapan escapism berubah menjadi pola pelarian yang tidak sehat.

Mencari Keseimbangan

Agar escapism tetap memberikan manfaat, penting untuk menggunakannya sebagai bagian dari strategi pemulihan, bukan sekadar pengalihan. Berikut adalah beberapa tips untuk menjaga keseimbangan:

  1. Tetapkan Waktu: Tentukan batas waktu untuk aktivitas escapism, sehingga tidak mengganggu tanggung jawab utama.
  2. Pilih Aktivitas yang Bermakna: Pilihlah aktivitas yang benar-benar memberikan rasa tenang dan kebahagiaan, seperti meditasi atau berjalan di alam, mendengarkan instrumen yang shadu.
  3. Gunakan Sebagai Refleksi: Gunakan momen escapism untuk merenung dan mencari solusi, bukan hanya melarikan diri.
  4. Berbagi cerita dengan orang baru: Temukan orang baru dan kita bisa berbagi cerita kehidupan apa adanya.

Kesimpulan

Escapism adalah kebutuhan yang manusiawi, terutama di era modern yang penuh tekanan. Ia bisa menjadi sahabat yang membantu kita melewati masa-masa sulit, asalkan digunakan dengan bijaksana.

Seperti halnya istirahat yang diperlukan tubuh, escapism adalah jeda yang dibutuhkan jiwa. Namun, jangan lupa untuk selalu kembali ke realitas dengan semangat baru dan tekad yang lebih kuat.

Ketika hidup terasa berat, mungkin jawabannya bukan dengan berlari sejauh mungkin dari kenyataan, melainkan dengan memberikan diri sendiri ruang untuk bernapas dan memulihkan diri. 

Karena pada akhirnya, escapism hanyalah alat, sedangkan solusi sejati ada pada keberanian kita menghadapi kehidupan dengan segala kompleksitasnya.

Salam berbagi, Ino, 20 januari 2025.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun