Jangan mudah tergiur untuk berpolemik panjang tanpa mempertimbangkan refleksi mendalam terhadap dampak nyata yang sulit dipulihkan. Energi geothermal tidak boleh menjadi ajang polemik yang dipengaruhi oleh sogokan atau iming-iming bayaran tinggi, tetapi harus ditempatkan sebagai opsi fundamental yang memprioritaskan keseimbangan antara lingkungan dan kesejahteraan manusia. | Ino Sigaze.
Dalam upaya global untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menekan emisi gas rumah kaca, energi terbarukan terus menjadi sorotan utama.Â
Salah satu solusi yang sering dipandang ideal adalah energi geothermal. Nah, baru-baru ini muncul polemic terkait geothermal yang direncanakan akan dikembangkan di Flores, yakni di Mataloko dan Sokoria.Â
Sebagai satu polemic tentu saja, topik ini masih menjadi perdebatan secara khusus di tengah masyarakat Flores. Sorotan argumentasi pasti datang dari berbagai institusi dan pihak yang tentu saja punya refleksi dan keberpihakan masing-masing.Â
Namun, ada hal yang perlu diketahui oleh public bahwa di balik potensi besar yang ditawarkan geothermal, terdapat dampak negatif yang tidak boleh diabaikan.
Emisi Gas dan Pencemaran Lingkungan
Meskipun sering dipromosikan sebagai sumber energi bersih, proses ekstraksi geothermal tidak sepenuhnya bebas dari emisi.Â
Dalam bukunya Geothermal Energy: Renewable Energy and the Environment (Taylor & Francis Group, 2011), William E. Glassley menjelaskan bahwa eksploitasi geothermal dapat melepaskan gas seperti karbon dioksida (CO), hidrogen sulfida (HS), dan metana (CH).Â
Meskipun emisinya lebih kecil dibandingkan bahan bakar fosil, kontribusi terhadap pemanasan global tetap menjadi perhatian.
Selain itu, air panas dari reservoir geothermal sering mengandung logam berat seperti arsenik dan merkuri, yang jika tidak dikelola dengan baik dapat mencemari air tanah.Â
Sebagaimana diuraikan dalam buku Environmental Impacts of Geothermal Energy oleh Mary H. Dickson dan Mario Fanelli (Springer, 2004), "Pengelolaan limbah cair geothermal sangat penting untuk mencegah pencemaran sumber air lokal."Â
Nah, pertanyaan apakah pihak-pihak yang punya kepentingan terkait geothermal di Mataloko dan Sokoria sudah serius memperhitungkan dampak bagi pencemaran air tanah?Â
Dampak negative mesti serius diperhitungkan dan dihindari daripada setelah terjadi dan tidak ada seorangpun yang berani bertanggungjawab.Â
Karena itu, upaya pencegahan terjadinya pencemaran jauh lebih baik, daripada pertimbangan lainnya.
Risiko Kerusakan Habitat dan Permukaan Tanah
Pembangunan fasilitas geothermal sering memerlukan area yang luas untuk pengeboran dan infrastruktur. Aktivitas ini dapat menyebabkan deforestasi, menghilangkan habitat alami, dan mengganggu ekosistem.Â
Menurut The Geothermal Frontier karya John W. Lund (Renewable Energy Press, 2015), ekstraksi cairan panas dalam jumlah besar dapat memicu penurunan permukaan tanah (subsidence), yang berdampak signifikan pada lingkungan sekitar.Â
Apalagi dalam konteks topografi Mataloko dan Sokoria, wilayah yang tidak pernah luput dari cerita longsor. Tentu saja berdampak pada area pemukiman masyarakat dan area perkebunan.
Risiko Kesehatan dan Aktivitas Seismik
Hidrogen sulfida yang dilepaskan dari fasilitas geothermal tidak hanya mencemari udara, tetapi juga dapat berdampak buruk pada kesehatan manusia.Â
Dalam konsentrasi tinggi, gas ini dapat menyebabkan iritasi pernapasan hingga keracunan fatal. Sebagaimana dijelaskan dalam Environmental Aspects of Geothermal Energy (Elsevier, 2016) oleh Ingrid Stober dan Kurt Bucher, pengelolaan emisi gas menjadi tantangan utama dalam industri geothermal.
Selain itu, aktivitas reinjeksi air ke dalam tanah berpotensi memicu gempa bumi kecil (induced seismicity).Â
Dalam buku Geothermal Reservoir Engineering (Springer, 2011), Malcolm Grant dan Paul Bixley menyebutkan bahwa meskipun gempa ini biasanya berskala kecil, dampaknya bisa signifikan di daerah yang sudah rawan gempa.
Solusi: Pengelolaan yang Lebih Bertanggung Jawab
Para ahli sepakat bahwa energi geothermal memiliki potensi besar jika dikelola secara berkelanjutan. Teknologi untuk mengurangi emisi dan limbah menjadi kunci utama.Â
Selain itu, pelibatan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan dapat membantu mengurangi konflik sosial dan memastikan keberlanjutan proyek.Â
Dalam hal ini, pihak terkait perlu mempertimbangkan argumen penolakan yang sudah ada, baik itu dari instansi swasta,agama maupun perspektif dari berbagai pihak.
"Keberlanjutan energi geothermal sangat bergantung pada keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya dan pelestarian lingkungan," tulis Mary H. Dickson dalam Environmental Impacts of Geothermal Energy (Springer, 2004).
Kesimpulan
Energi geothermal memang menawarkan manfaat besar sebagai sumber energi terbarukan. Namun, dampak negatif yang diungkapkan oleh para ahli tidak boleh diabaikan.Â
Dan terkait dengan konteks penolakan geothermal yang ditiupkan selama ini perlu dipertimbangkan.Â
Meskipun teoretis kita tahu bahwa pengelolaan yang bijaksana, teknologi yang inovatif, dan regulasi yang ketat, energi geothermal dapat menjadi bagian penting dari transisi menuju masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Sumber daya alam ini adalah anugerah, tetapi tanggung jawab kita adalah memastikan penggunaannya membawa kebaikan, bukan kerusakan.Â
Mari jadikan geothermal sebagai solusi energi yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga ramah bagi kehidupan manusia.Â
Jika dipastikan tidak ramah pada lingkungan, maka sebaiknya tidak dikembangkan dan Flores rupanya belum membutuhkan pengembangan geothermal.
Salam berbagi, Ino, 10 Januari 2025.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H