Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kecerdasan Hati, AI dan Pendidikan Anti-Kekerasan

3 Oktober 2024   07:47 Diperbarui: 3 Oktober 2024   15:59 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kecerdasan Hati, AI dan Pendidikan Anti Kekerasan | Dokumen pribadi oleh Ino Sigaze. 

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak mengajarkan penghargaan terhadap sesama cenderung membawa luka itu ke dalam pergaulannya di sekolah. Kesadaran akan nilai kehidupan dan martabat manusia pertama-tama perlu ditanamkan oleh orangtua, lalu diteruskan oleh para pendidik di sekolah.

Kasih sayang, tentu saja, bukan hanya untuk dipelajari, tetapi untuk dirasakan. Secara logis, kita dapat mengatakan, "Jika seorang anak tidak pernah merasakan kasih sayang di rumah, bagaimana mungkin ia bisa memperlakukan teman-temannya di sekolah dengan penuh kasih?"

Di sinilah pentingnya peran bersama antara orangtua, guru, dan anak-anak dalam mewujudkan pendidikan tanpa kekerasan.

Kecerdasan Hati dan Pendidikan Tanpa Kekerasan

Pendidikan tidak sekadar membentuk anak menjadi cerdas secara emosional dan kognitif, tetapi juga perlu membentuk kecerdasan hati (Herzintelligenz). 

Kecerdasan hati berhubungan dengan kemampuan anak untuk bijak dalam mengambil keputusan, membedakan antara yang benar dan yang salah sesuai dengan nilai-nilai moral.

Orang Mesir Kuno menyebut hati sebagai "Ieb", pusat kehidupan dan sumber kebijaksanaan manusia. Sementara itu, peradaban Mesopotamia dan Yunani menganggap hati sebagai pusat jiwa. 

Pendidikan kita perlu menyerap kebijaksanaan ini: melatih anak-anak untuk menjadi bijaksana, bukan hanya berdasarkan rasionalitas, tetapi juga dengan mempertimbangkan suara hati.

Keseimbangan antara perasaan, rasionalitas, dan hati harus terus diasah. Kombinasi ketiganya akan membentuk karakter anak yang berintegritas.

Pendidikan Moral Pancasila dan Kecanggihan AI

Generasi saat ini hampir tidak lagi mendengar cerita tentang Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan butir-butirnya yang penuh nilai. Barangkali kita perlu menengok kembali warisan ini, karena dasar negara kita berlandaskan nilai-nilai luhur Pancasila.

Namun, di era ini, dunia seolah berputar pada teknologi kecerdasan buatan (AI), yang serba canggih dan "kekinian." Ironisnya, AI tak memiliki hati. Ia sekadar menjalankan algoritma tanpa peduli pada emosi manusia di balik setiap tindakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun