Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rumah sebagai Pusat Literasi: Menemukan Makna di Balik Huruf L dan Kegemaran Massal

23 Juli 2024   08:30 Diperbarui: 23 Juli 2024   10:45 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah sebagai pusat literasi | Foto: Ino Sigaze.

Literasi tidak hanya sekadar menunjukkan jari dengan bentuk "L", tetapi lebih dari itu. Ia adalah suara hati yang terdengar setiap kali hadir dalam momen foto bersama para guru, anak sekolah, dan kalangan muda lainnya | Ino Sigaze.

Kode huruf "L" memang enak dan menarik untuk dijadikan simbol yang berpadu dengan variasi gaya ketika orang berpose di depan kamera. 

Huruf "L" akhir-akhir ini tidak kalah menariknya dengan ungkapan dan ekspresi cinta dalam bahasa Korea, saranghae. Namun, kali ini saya ingin membahas secara khusus tentang huruf "L" sebagai simbol dari literasi.

Literasi Bukan Hanya Simbol

Membuat simbol tertentu dengan jari-jari kita memang sangat mudah, sama seperti membalikkan telapak tangan. Namun, menjadikan literasi sebagai bagian dari hidup ini tentu saja membutuhkan kekuatan ekstra.

Ya, sedikit lebih sulit dari sekadar melukis simbol-simbol favorit kita, karena literasi berhubungan dengan gagasan dan tulisan yang bisa ditemukan di rumah kita.

Literasi sudah lebih dari sekadar simbol. Di sana ada lukisan kata yang dirangkai menjadi kalimat, dan selanjutnya diramu dalam kesinambungan gagasan ke dalam paragraf dan pokok pikiran yang logis, penuh dengan pesan-pesan dan makna. 

Oleh karena itu, literasi bukan hanya tentang rajin menulis, tetapi juga tentang menuangkan pergulatan hati saat menulis, yang diungkapkan dengan kata yang dipilih secara matang dan menyentuh hati.

Literasi dari Perjumpaan dengan Yang Lain

Literasi dalam kenyataannya membawa kita kepada pengalaman perjumpaan dengan yang lain dan memasuki satu proses transformasi dari perjumpaan itu kepada pengungkapan secara mendetail dalam satu narasi yang khas sesuai gaya penulisan masing-masing penulis.

Hari ini, saya dikejutkan oleh satu suara yang datang dari keheningan rumah saat saya sibuk dengan banyak hal, sampai tiga hari berlalu tanpa tulisan. 

"Mengapa kamu tidak menulis dari kenyataan rumahmu? Mengapa kamu melupakan keindahan di sekitarmu? Mengapa kamu mengabaikan keberagaman yang ada di sekitar rumahmu?"

Saat itu, saya langsung memiliki gagasan sederhana: mengambil gambar-gambar di sekitar kamar. Di sana, saya menemukan bunga-bunga yang selalu saya sapa setiap pagi, bertanya kapan berbunga.

Foto: Ino Sigaze.
Foto: Ino Sigaze.

Ada pohon porang yang selalu rindang dan teduh, ada bougenville yang merah bersinar, ada pucuk merah yang mencoba menabur rona merahnya setiap pagi tiba. Belum lagi, dari dalam kamarku terdengar aneka kicauan burung di luar sana. 

Sebuah kenyataan yang sebenarnya sudah cukup bagi saya untuk membangun literasi pagi ini.

Berhenti Berliterasi Sama dengan Menutup Kenyataan Kreatif

Semakin saya menyadari bahwa literasi bisa dihubungkan dengan apa saja, terutama dengan alam dan keindahan, maka saya semakin tidak punya alasan untuk tidak menulis.

Literasi itu menyenangkan karena di sana kita bisa mengungkapkan apa saja yang dipertemukan dengan wawasan dan gagasan kita.

Foto: Ino Sigaze.
Foto: Ino Sigaze.

Di sana, kita bisa sampai pada gagasan tentang ekologi dan spiritualitas mencintai lingkungan. Ketika gairah literasi itu menggejolak, di sana ada konsep dan catatan bijak yang tertinggal. 

Meninggalkan catatan dan kata-kata bijak adalah bagian dari kampanye tentang kekuatan literasi yang hidup dan daya kreatif.

Literasi: Cahaya yang Menerangi Kegelapan

Literasi adalah cahaya yang menerangi kegelapan ketidaktahuan. Ia adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan dunia luar, memungkinkan kita untuk memahami dan menghargai perspektif yang berbeda. 

Dengan literasi, kita bisa mengeksplorasi kedalaman pemikiran manusia, merasakan keindahan sastra, dan menemukan kebijaksanaan yang tersembunyi dalam kata-kata.

Literasi: Sebuah Perjalanan Tanpa Akhir

Literasi adalah sebuah perjalanan tanpa akhir. Ia adalah proses yang berkelanjutan, di mana setiap bacaan baru, setiap tulisan baru, dan perjumpaan baru dapat menambah lapisan pengetahuan dan pemahaman kita. 

Literasi memungkinkan kita untuk tumbuh dan berkembang, untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan zaman. 

Dalam setiap kata yang kita baca dan tulis, kita menemukan bagian dari diri kita sendiri, dan melalui literasi, kita menemukan makna dan tujuan hidup kita.

Foto: Ino Sigaze.
Foto: Ino Sigaze.

Dengan demikian, literasi bukan hanya tentang kemampuan membaca dan menulis, tetapi tentang bagaimana kita menggunakan kemampuan itu untuk memahami dunia, untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan untuk mengembangkan diri kita sendiri.

Literasi adalah kekuatan yang menggerakkan kita, yang memberi kita suara, dan yang memungkinkan kita untuk berkontribusi pada masyarakat. Literasi adalah hidup, dan hidup adalah literasi.

Salam berbagi, Selasa, Jumat, 23 Juli 2024.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun