Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyimak Keheningan Batu La Paga: Pelajaran dari Keanggunan dan Kekuatan

6 Juli 2024   05:13 Diperbarui: 6 Juli 2024   05:16 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keheningan monumen Batu La Paga mengajarkan kita tentang menjadi sandaran hidup yang kokoh. Dalam keteguhan dan keanggunannya, kita menemukan literasi jiwa yang menginspirasi dan mengubah hidup | Ino Sigaze.

Siang itu langkah kaki saya sempat terpaku beberapa menit ketika berjumpa dengan sosok batu di pantai La Paga yang tampak seperti begitu anggun menatap ke laut.

Dalam hening itu muncul godaan yang tidak bisa dibendung: Mengadu sambil tanya, siapa yang membuat semua itu? Bagaimana mendirikannya dan apa gagasan dasarnya ketika merencanakan untuk menanam batu itu?

Apakah dia seorang yang sangat perkasa ataukah dengan teknologi apa yang pernah digunakannya sampai batu itu berdiri perkasa sampai sekarang?

Keheningan di Pesisir Pantai La Paga dan Inspirasi Tulisan

Dalam hening tidak ada suara dan jawaban langsung. Pikiranku terbawa sangkaan yang bukan-bukan. Kalau bukan Tuhan, siapa manusia yang membuatnya?

Tak ada monumen batu yang seindah itu. Tak ada imajinasi manusia yang bisa membangun dengan rakitan nalar yang membuat orang membisu.

Ia tidak berdiri sendiri. Ia dikelilingi batu-batu kecil di sekitarnya. Ia ditemani pasir yang putih abu-abu. Ia dikunjungi hempasan ombak dan buih yang pecah dan meresap hilang dari bibir laut.

Keanggunannya tidak pernah terganggu oleh gejolak abrasi di tepi laut. Nalar dan jari-jemariku mulai bergetar ingin melukiskan adanya yang membisu itu.

Saya tergoda ingin mengubahnya agar berbicara meski singkat atau cuma satu kata sekalipun. Tapi, ia tetap membisu meski aku sudah berpantun di depannya saat itu: 

Wahai keanggunan yang memesona mata jiwaku, mengapa engkau berada di sini?

Saya ingin memberimu nama monumen batu La Paga yang anggun perkasa menantang abrasi laut. Dari kekokohanmu lahirlah peduli hatiku untuk menulis tentang barisan pesisir laut di utara yang setiap hari dihempas ombak dan merampas jalan-jalan hingga menipis dan hancur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun