Keluhan liar seperti bola biliar, menggelinding tanpa arah. Terdesak karena banyak alasan, membendung rasa yang berbeda.
Ingin berontak tapi tak berdaya, mengerti semuanya karena saudara.
Tega diam tanpa jawaban, tapi gelagat pura-pura terbaca, keramahan pilih-pilih orang dari standar uang dan harta.
Bisa merendah karena ada maunya, bisa tidak taat karena merasa paling hebat di dunia nyata.
Keluhar liar manusia zaman sekarang, semuanya terlalu dangkal dan terlalu jauh dari akar kemanusiaan yang sebenarnya.
Orang-orang muda mengendarai sependa motor dengan mengangkang, menggantung kaki sebelah pada motor kawannya.
Mereka merasa pemilik jalan yang berhak atas keselamatan lalu lintas, meski tak peduli mati atau hidup nantinya.
Diam tanpa teguran sembari membiarkan keluhan liar semakin liar jadi omongan masyarakat.
Dunia kita semakin berbeda, mencari cara atasi gejolak zaman, tapi senang ceburkan diri dalam gelora zaman.
Ingin mengubah, namun terjebak dalam kelemahan-kelemahan sang pengubah.
Rontok citra para gembala, pupus bersama derasnya arus transparansi media. Keluhan liar tanpa solusi tepat sasar, tinggalkan bully panjang dan luka-luka sosial.
Di manakah tempat doa dan dukungan? Di manakah keheningan dan persaudaraan? Bukankah semua keluhan liar itu datang karena hati yang tertutup pada Tuhan, sesama dan alam?
Salam berbagi, Ino, 6 Mei 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H