Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Dinamika Politik: Peran Oposisi dan Koalisi dalam Menopang Demokrasi

1 Maret 2024   14:21 Diperbarui: 2 Maret 2024   17:40 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dinamika Politik: Peran Oposisi dan Koalisi dalam Menopang Demokrasi | Sumber ilustrasi: KOMPAS/HERYUNANTO

Dinamika politik berdetak kencang seirama terbangunnya pilar koalisi dan oposisi. Ritme perjalanan demokrasi itu sangat ditentukan oleh komitmen untuk tetap konstruktif, bahkan di dalam poros oposisi | Ino Sigaze.

Perhitungan matematis dalam berpolitik selalu tidak bisa dipisahkan dari kenyataan oposisi dan koalisi. Oposisi dan koalisi merupakan dua tiang besar yang menopang demokrasi.

Pilar penopang kekuatan demokrasi sangat ditentukan oleh keseimbangan antara oposisi dan koalisi. Meskipun demikian, dalam perjalanan sejarah telah terbukti bahwa atas nama keseimbangan demokrasi, oposisi bisa berubah menjadi koalisi.

Apa itu Oposisi dalam Konteks Politik?

Oposisi berasal dari kata latin oppositio yang berarti sebaliknya (entgegensetzte). Meskipun secara harafiah berarti sebaliknya, itu tidak berarti seperti suatu kekuatan politik yang menegasikan gerakan pembangunan pemerintah, tetapi lebih dalam arti menjadi kekuatan pembanding dengan tawaran perspektif yang menyejukkan hati.

Dalam arti itu sebenarnya berdiri di rel oposisi tidak berarti menghadirkan kekuatan destruktif, tetapi sebaliknya bertanggung jawab dalam menghadirkan kekuatan konstruktif yang kritis dan memperkuat demokrasi.

Oleh karena itu, pada prinsipnya sebuah negara tanpa kekuatan oposisi sebenarnya tidak ideal, karena seakan-akan semua kebijakan tanpa perlu dikritisi.

Tidak heran, jika orang mengatakan bahwa oposisi itu penting agar demokrasi kita sehat dan seimbang dan tidak sewenang-wenang berdasarkan kemauan sendiri.

 Dokumen diambil dari: gelora.co
 Dokumen diambil dari: gelora.co

Dinamika Politik dan Logika Umum yang Tidak Otomatis

Di mata publik barangkali kenyataan perubahan dari oposisi ke koalisi itu tidak menarik, namun orang perlu tahu bahwa politik adalah sebuah dinamika. 

Dinamika politik tentu saja punya matematikanya sendiri dan karena itu sulit ditebak ke arah mana perjalanan partai-partai oposisi. Logika yang perlu dikaji lagi tentu saja berkutat antara apakah partai yang kalah di atas ring pemilu 2024 menjadi Presiden dan wakil Presiden selalu otomatis menjadi oposisi?

Pada prinsipnya, partai apa saja bisa menjadi partai oposisi, tetapi tidak harus bahwa partai yang kalah di pesta demokrasi 2024 menjadi oposisi. 

Berdiri di poros oposisi lebih merupakan pilihan politik dengan visi yang sama untuk menjaga keseimbangan roda perputaran demokrasi tanpa mengeliminasi kepentingan rakyat kecil.

Apakah Partai Pendukung Ganjar-Mahfud dan Amin Menjadi Oposisi?

Rekaaan publik tentu saja merujuk pada prediksi tentang PDIP yang bakal menjadi oposisi dari gebrakan Gemoy, Prabowo-Gibran. Namun, sekali lagi lobi politik belum berakhir dan karena itu semuanya masih berada dalam catur perhitungan yang dinamis.

Di tengah ketidakpastian itu, tentu saja PDIP punya peluang ganda yang berpengaruh besar pada roda pemerintah Prabowo-Gibran. 

PDIP akan menjadi representasi kekuatan besar yang bisa memiliki power control perjalanan demokrasi pada satu sisi, sedangkan pada sisi yang lain, PDIP bisa berubah menjadi partner politik yang paling dicari atas nama kepentingan keutuhan dan kemajuan bangsa ini.

Dalam hal ini sangat mungkin bahwa sekalipun kalah dalam laga pemilu demokrasi 2024 ini, PDIP tetap saja punya sikap politis yang berbeda yakni memilih koalisi dengan Prabowo dan Gibran. 

Pasca Pemilu 2024 dan Pertanyaan Kritis

Jika prediksi tentang posisi PDIP ini menjadi kenyataan, maka akan menimbulkan pertanyaan: Apakah demokrasi kita berjalan normal atau dapat dipastikan bahwa demokrasi kita jatuh sakit kronis.

Ada dua kemungkinan yang bisa saja terjadi: Pertama, kekuatan oposisi tidak begitu keras bersuara karena hanya merupakan koalisi dari beberapa partai kecil. Kedua, jalan mulus menuju Indonesia emas semakin bisa diwujudkan.

Sementara itu, jika Amin berdiri tegak pada pendirian politis mereka yang ingin merintis jalan perubahan, maka akan menjadi kekuatan oposisi yang menarik.

Sebaliknya akan tidak menarik, jika saja dinamika politik berubah, seperti misalnya antara Anis dan Cak Imin memperoleh tawaran posisi oleh partai pemenang.

Jika peluang itu dimungkinkan, maka kecil kemungkinan bagi Anies untuk bebas menjadi oposisi dengan suara perubahan. Anies pasti akan memilih posisi sambil menyelam minum air meniupkan nafas perubahan dalam perjalanan karyanya.

Apapun kenyataannya, oposisi tidak akan serta merta menjadi pembenci di negeri ini, yang mana bisa merasa nyaman mengkritik dan membully.

Oposisi yang bergengsi mesti dilengkapi dengan alternatif solusi, kebijakan dan pertimbangan yang memadai dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa ini.

Keutuhan dan kemajuan bangsa ini tetap mesti diletakan sebagai skala prioritas daripada pesta kemenangan partai. Karena kemenangan partai tidak lebih daripada kepercayaan rakyat yang menuntut pertanggungjawaban saat ini dan nanti.

Salam berbagi, Ino, 1 Maret 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun