Dapat dilihat dalam teks aslinya bahwa "ἐστιν" adalah kata kerja "adalah" yang seharusnya jelas dan tegas. Lihat dalam terjemahan bahasa Indonesia, unsur definitifnya tidak begitu tampak.
Tanpa pernyataan definitif, orang dapat salah mengerti hal yang pokok dan yang tidak penting, bahkan bisa terbalik. Oleh karena itu, penting untuk menyampaikan pernyataan definitif.
Hal yang sama berlaku untuk konteks Natal. Pada dasarnya, Natal bukan hanya tentang makanan dan minuman, melainkan tentang pemenuhan janji dan ramalan dalam Perjanjian Lama.
Natal tidak hanya berkaitan dengan makanan dan minuman, tetapi lebih kepada kedatangan Dia yang disebut sebagai Immanuel atau Allah beserta kita.
Dia adalah Sabda yang menjadi manusia, menyamai kita kecuali dalam dosa, lalu membebaskan dan menyelamatkan manusia.
Natal dan Budaya Eropa
Meskipun begitu, dalam banyak budaya, perayaan Natal tidak bisa dipisahkan dari makanan dan minuman. Di Eropa, misalnya, suasana pasar Natal dan perayaan selalu dikaitkan dengan makanan dan minuman.
Apakah itu salah secara teologis? Tentu saja, berbeda-beda tergantung pada landasan dan alasan masing-masing.
Natal memang perlu dirayakan dengan makanan dan minuman sebagai bentuk perayaan perjumpaan dan kebersamaan dengan keluarga dan teman-teman, penuh sukacita.
Tradisi berbagi kado, coklat, dan makan malam bersama dengan tata meja istimewa bagi sebagian orang dalam budaya tertentu adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari cerita Natal yang telah menjadi budaya.