Namun, mengapa kenangan itu masih utuh tersimpan dalam benakku? Ibu waktu itu tidak pikun. Ia rupanya menyimpan cita-cita bisu, bahwa suatu saat anaknya akan memiliki buku dan menulis buku.
Itu adalah pelajaran tersembunyi yang menjadi terang saat saya bertanya mengapa saya perlu menulis tentang ibu. Sejarah menulis kembali terhubung dengan simbol-simbol masa kecil.
Ketika sang ibu menjadi buta, ia meninggalkan harapan pada anaknya yang bisa melihat lebih jauh dari paruh waktu yang tidak terhitung.
***
Ibu menjunjung bakul bekal untuk masa depan anak cucu. Pernah suatu waktu ibu menunjukkan kepalanya yang seakan tergores beban karena terlalu sering menanggung beban.
Ingin menangis dan mempertanyakan mengapa ibu harus melakukannya. Ketika sang ibu buta, ia tidak lagi bisa melihat goresan beban pada kepala dan bahunya.
Ia hanya bisa berkeluh dalam bayangan mimpi perubahan pada anak dan cucu. Biarlah bebanku menjadi cambuk, agar kalian dapat memikulnya dengan lebih ringan.
Ini adalah petuah bisu dari ibu. Sang ibu begitu total memberi pelajaran hidup bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan tindakan nyata.
"Aku seperti ini, agar kamu tidak pernah seperti itu." Itu adalah petuah tanpa kata-kata dari sang ibu yang hidup jauh dari kemajuan ilmu pengetahuan saat itu.
Ia tidak bisa membaca buku, tapi ia bisa membuka halaman baru buku kehidupan dan masa depan bagi anak-anak dan cucunya.
Apa yang tetap melekat dalam ingatan sang ibu yang sudah menjadi buta dan pikun? Ingatan sang ibu bukan lagi tentang fisik dan rupa yang bisa berubah seiring waktu.