Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

4 Strategi Pemerintah Mengatasi Krisis ISBN

3 Desember 2023   08:15 Diperbarui: 4 Desember 2023   05:36 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah krisis ISBN membuka pintu untuk menyadari bahwa kebenaran terkandung dalam halaman-halaman buku. Dalam masa krisis, buku menjadi pemandu yang membawa kita kembali pada esensi kebenaran | Ino Sigaze. 

Krisis ISBN di Indonesia bisa dipahami bersamaan dengan percikan kebebasan berliterasi. 

Tidak hanya itu, pertumbuhan penduduk dan tingkat Sumber Daya Manusia (SDM) yang semakin maju mengubah wawasan dan cara pandangan masyarakat Indonesia tentang betapa pentingnya karya-karya literasi.

Kebebasan mengeluarkan pendapat, opini, imajinasi, dan kreasi literasi di Indonesia telah mencapai puncak kejayaannya. 

Pertumbuhan kesadaran membaca buku kian meningkat bersamaan dengan kesadaran menulis yang semakin kuat.

Kemudahan perizinan untuk mengeluarkan ISBN juga bisa dikatakan cukup mudah dan tanpa melalui proses yang ketat dan sulit. 

Kemudahan itu memang sedang diharapkan terjadi di Indonesia karena bersamaan dengan pesatnya arus digital yang semakin kuat menyeret buku ke kotak sampah.

Pertarungan arus kemajuan antara sentuhan digital dan buku-buku yang berorientasikan teks fisik semakin ketat. 

Pada saat yang bersamaan muncul pula kesadaran tentang manipulasi barcode ISBN itu sendiri.

Manipulasi itu terjadi karena sebagian orang melihat bahwa buku-buku yang memiliki ISBN punya pengaruh besar dalam proses, baik itu positif maupun negatif.

Kita menyadari bahwa proses indoktrinasi gagasan dan ideologi fundamentalisme juga sudah menjadi bagian dari persoalan yang dihadapi bangsa ini.

Pertanyaannya: Apakah buku-buku dengan ciri penyebaran indoktrinasi doktrin kekerasan dan radikalisme boleh mendapatkan ISBN?

Nah, bagaimana cara pemerintah untuk mengatasi krisis ISBN?

Berikut ini beberapa solusi alternatif:

1. Perlunya regulasi baru terkait permohonan ISBN dan pasal hukum yang mengatur pelanggaran terhadap kode etik yang berlaku.

Sangat penting tentu saja instansi khusus yang mengeluarkan ISBN untuk tidak hanya memastikan tentang buku yang baik, tetapi lebih dari itu perlu memiliki tim khusus yang membaca dan memeriksa sesekali untuk memastikan tidak adanya pengeditan ulang oleh penulis.

2. Dalam rangka untuk menghindari salah paham mengenai buku-buku yang bercirikan teologi agama tertentu, maka orang-orang khusus yang dianggap punya kualifikasi khusus dalam bidang teologi suatu agama perlu dilibatkan.

Otoritas khusus perlu diberikan kepada mereka sehingga mereka bisa menjadi penjamin bobot kualitas dari sebuah buku.

Prinsipnya buku yang baik harus mengandung pernyataan kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan dan memotivasi dengan gagasan-gagasan inspiratif di dalamnya.

3. Perlu adanya kegiatan bedah buku sebagai kesempatan pertanggungjawaban diri sebagai penulis.

Penulis tidak hanya bisa menulis, tetapi juga harus bisa mempertanggungjawabkan apa yang ditulisnya. Bukti dari kegiatan bedah buku itu yang harus dilengkapi sebagai syarat pengajuan ISBN.

Artinya bahwa buku yang layak harus minimal sudah dikaji oleh sebagian orang yang cukup kompeten dalam keilmuannya. 

Misalnya dalam momen bedah buku harus disertakan dengan bukti kehadiran dari kalangan akademisi.

4. Perlunya tim khusus lintas agama.

Dari keempat strategis itu tentu saja dibutuhkan satu tim khusus yang berdiskusi secara serius untuk menyeleksi dan memastikan kualitas sebuah buku.

Buku yang berkualitas tentu saja bebas dari gagasan-gagasan yang menentang Pancasila dan UUD 1945, bebas dari provokasi intoleransi di negeri ini.

Mungkinkah 4 strategi itu diterapkan?

Tulisan ini lebih merupakan tawaran alternatif dan masukan gagasan untuk dikaji lagi sejauh berguna dalam konteks krisis ISBN. 

Hal yang sangat penting tentu saja beberapa catatan berikut ini:

Pertama, kita berharap bahwa krisis ISBN tidak akan menjadikan anak bangsa ini kehilangan minatnya dalam menulis.

Kedua, pengetatan proses permohonan ISBN tidak akan menjadikan para penulis tanah air ini lesu dan tidak berdaya.

Ketiga, regulasi baru diharapkan tidak menjadi jeratan yang mengerdilkan gairah literasi anak bangsa.

Keempat, kebebasan tetap diberikan dan kepatuhan pada kode etik perlu terus diperhatikan.

Salam berbagi, Ino, 3 Desember 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun