Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Sejauh Mana Batas Keterlibatan Orangtua dalam Pilihan Hidup Anak

28 November 2023   08:34 Diperbarui: 29 November 2023   00:26 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejauh mana batas keterlibatan orangtua dalam pilihan hidup anak | Dokumen pribadi oleh Ino Sigaze.

Pilihan hidup yang dilandasi cinta akan menjadi berkat bagi hidup dan masa depan mereka | Ino Sigaze

Kebebasan anak menentukan pilihan hidup dan masa depan mereka seringkali berbenturan dengan prinsip dan konsep-konsep budaya yang terikat kuat pada orangtua.

Bahkan sebagian orangtua dengan tegas mengatakan bahwa pilihan hidup anak dan masa depannya ditentukan oleh orangtua. Benarkah demikian?

Zaman keterbelakangan cara pandang sudah berlalu, tetapi tidak jarang dalam banyak budaya masih ada juga orangtua yang menjadi penentu pilihan hidup anak.

Seorang anak perempuan tidak bisa begitu saja menyatakan cintanya tanpa ada persetujuan orangtua. 

Apalagi yang dicintai itu ternyata tidak sesuai dengan standar kriteria orangtua.

Sebagian orang masih berpikir feodal, tetapi ada juga sebagian orangtua yang sangat percaya pada pilihan dan kebebasan anaknya. Bahkan mereka bisa berpikir terbuka.

Pilihan hidup dan masa depan, seperti jodoh, adalah urusan pribadi anak. Sebagai orangtua, mereka hanya memberikan motivasi dan pencerahan terkait hal-hal yang perlu dipertimbangkan.

Tulisan ini mencoba membahas bagaimana batas keterlibatan orangtua dalam pilihan hidup anak. Ada beberapa poin penting berikut ini yang perlu diperhatikan orangtua:

Mengapa orangtua bersikap tegas dan memaksa anak mereka agar sesuai dengan keinginan mereka?

Berdasarkan hasil penelitian di sekitar wilayah Flores tengah, ternyata ada beberapa jawaban yang mengejutkan saya: 

Pertama, sebagian orangtua memiliki konsep bahwa anak itu lahir dari rahimnya, sehingga dia tidak bisa memilih sendiri pasangan hidupnya tanpa persetujuan ibunya.

Kedua, status pendidikan yang setara itu sangat penting, karena menurut mereka, anak yang berpendidikan sarjana harus menikah dengan seseorang yang berpendidikan setidaknya sama.

Ketiga, pertimbangan soal agama. Bagi sebagian orang, menikah secara terhormat itu hanya mungkin jika pasangannya seagama.

Coba bayangkan, di dunia sekarang ini masih ada orangtua yang berpikir seperti itu. 

Padahal, saya masih ingat cerita ibu saya tentang bagaimana pada tahun 1950-an suku-suku di Flores memiliki tradisi perkawinan yang sudah dimulai sejak seorang anak masih di bawah umur.

Para orangtua sudah memberikan tanda mata sebagai sarana ikatan hubungan yang dijodohkan kedua orangtua sejak anak itu berusia 5 tahun.

Praktisnya, tanda mata itu berupa satu batang gading. Perjanjian itu bisa saja dilakukan di tengah jalan dan tidak harus di rumah.

Orangtua yang memiliki anak laki-laki akan mengatakan kepada orangtua yang memiliki anak perempuan bahwa nanti anak laki-lakinya akan menikah dengan puterinya.

Pada tahun 1960-an, hal semacam itu terjadi, dan semua orang dalam suku itu menganggapnya normal. Bahkan, dari sisi lain, dianggap sebagai tanggung jawab orangtua yang bertanggung jawab.

Nah, fenomena seperti itu berhenti pada tahun 1970-an ketika para misionaris memperkenalkan mereka pada hakikat perkawinan.

Dalam perjalanan waktu di tahun 1980-an, tanda mata itu sudah tidak ada lagi, tetapi hal lain yang sangat kuat adalah tanggung jawab orang untuk bertanya secara resmi dalam forum adat tentang anak perempuan mereka.

Dalam arti tertentu, peran dan keterlibatan orangtua masih terasa sangat kuat karena orangtua menjadi penanggung jawab utama dalam hal adat.

Nah, apakah saat ini masih juga seperti itu? 

Sejalan dengan perubahan dan perkembangan zaman, generasi muda dengan latar belakang pendidikan mereka tentunya memiliki pertimbangan sendiri terkait pilihan hidup dan masa depan mereka.

Kenyataan seperti itu sering sekali menimbulkan konflik di dalam keluarga. Mengapa?

Ada beberapa alasan:

1. Selera dan pilihan anak umumnya berbeda dengan selera dan pilihan orangtua mereka.

2. Anak memiliki pilihan cinta dan tidak bisa dimanipulasi oleh orangtua.

3. Pilihan hidup anak akan berdampak pada masa depan anak itu sendiri.

4. Jodoh juga merupakan berkat dari Tuhan.

Dalam konteks pilihan hidup sebagai pasangan hidup, maka sebenarnya pasangan hidup itu tidak memiliki identitas agama tertentu. Oleh karena itu, anak memiliki kebebasan memilih agama pasangan hidupnya.

Sebab utama konflik antara orangtua dan anak mereka adalah karena orangtua tidak bisa menerima bahwa anak memiliki kebebasan dan memiliki pilihan sendiri karena pertimbangan mereka yang akan menjalani hidup dan masa depan mereka nanti.

Oleh karena itu, beberapa hal ini perlu dipahami oleh orangtua:

Pertama, setiap agama yang diakui secara resmi di negeri ini memiliki kebenarannya. Kedua, keselamatan itu hanya datang dari Tuhan. Ketiga, keterlibatan orangtua memiliki batasnya dan tidak boleh melampui kebebasan anak dalam memilih pasangan hidupnya.

Keempat, setiap anak yang memiliki pasangan hidup mereka tentu saja adalah anak yang dewasa yang bisa mempertimbangkan segala sesuatu terkait konsekuensi dari suatu pilihan hidup.

Kelima, kecemasan yang terlalu besar pada anak yang dewasa itu adalah bagian dari cara yang tidak dewasa memberi kepercayaan kepada anak. Kemandirian cara berpikir anak itu sesuai dengan sejauh mana kepercayaan orangtua kepada mereka.

Pada prinsipnya, budaya dan adat istiadat serta agama tidak dapat menjadi alasan bagi orangtua untuk ikut terlibat dalam urusan pilihan hidup anak melebihi kebebasan mereka dalam membuat pilihan hidup.

Salam berbagi, Ino, 28 November 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun