Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

4 Alasan Pentingnya Peningkatan Kolaborasi antara Guru dan Orangtua

20 November 2023   07:05 Diperbarui: 21 November 2023   20:23 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ini 4 alasan pentingnya peningkatan kolaborasi antara guru dan orangtua | Dokumen pribadi oleh Ino Sigaze.

Kolaborasi antara guru dan orangtua berdampak baik untuk menjembatani berbagai hal yang belum optimal. Mungkinkah kolaborasi ini akan membentuk sebuah ritual yang dapat melahirkan tanggung jawab, rasa cinta, dan kepercayaan diri pada anak-anak? | Ino Sigaze.

Pembahasan tentang peningkatan kolaborasi antara guru dan orangtua merupakan topik penting di tengah gejolak perubahan kurikulum di satu sisi dan juga era baru digitalisasi.

Kurikulum merdeka dan era digital saat ini tentu saja tidak mengabaikan hubungan dan dinamika antara guru dan orangtua yang kolaboratif.

Justru sebaliknya, kehadiran kurikulum merdeka di era digital ini membuat keterlibatan guru dan orangtua menjadi sangat penting, bukan sebagai pribadi-pribadi yang terpisah, tetapi lebih sebagai satu tim dengan banyak fungsi.

Tulisan ini mencoba membahas beberapa alasan mengapa peningkatan kolaborasi antara guru dan orangtua penting. Berikut adalah alasannya:

1. Mengatasi Jurang Miskomunikasi antara Guru dan Orangtua

Dunia pendidikan dan cerita tentang proses edukasi hampir di semua jenjang pendidikan telah meninggalkan cerita yang tidak selalu menarik. Selalu ada miskomunikasi antara guru dan orangtua, baik terkait disiplin yang berlaku maupun soal kompleks terkait keseluruhan kebijakan yang kadang berubah-ubah di sekolah.

Tidak hanya itu, ternyata kerinduan guru dan orangtua sama-sama tinggi, namun tidak semua hal yang direncanakan dapat dikomunikasikan dengan baik. 

Miskomunikasi tentu saja menjadi penyebab rusaknya relasi edukatif antara guru dan orangtua. Padahal, dalam arti tertentu, kehadiran guru dan orangtua juga merupakan bagian dari kesaksian (Zeugnis) dan teladan bagi anak-anak murid.

Saya masih ingat di zaman saya masih SD dan SMPK selalu ada pertengkaran saat pertemuan Komite dan pembagian Rapor. 

Pertengkaran itu terjadi antara guru dan orangtua karena kebijakan guru dianggap berlebihan dan tafsiran lainnya dari orangtua. Ya, tahun 1986 menjadi kenangan menakutkan karena nyaris terjadi adu fisik antara guru dan orangtua.

Pengalaman semacam itu menunjukkan bahwa tidak ada kolaborasi antara guru dan orangtua. Saatnya meningkatkan kolaborasi agar jurang miskomunikasi bisa diatasi.

Dalam setiap komunikasi yang baik, tanpa disadari kita meninggalkan satu benih edukasi yang akan tumbuh dan berbuah bagi orang lain.

2. Meningkatkan Efektivitas dan Kreativitas

Proses edukasi tidak akan bisa maksimal jika dilakukan oleh satu orang saja, terutama jika tenaga guru tidak mencukupi. Artinya, proses pendidikan harus menjadi tanggung jawab bersama, dengan guru dan orangtua sebagai subjek penanggung jawab utama.

Istilah kolaborasi dalam bahasa Jerman berarti Zusammenarbeit, yang berarti kerja bersama-sama. Di dalam kata Zusammenarbeit terlihat pengertian dan kejelasannya.

Seorang guru tidak bisa lagi mengatakan bahwa pendidikan itu adalah proses formasi yang dilakukan oleh satu orang saja, tetapi harus disadari sebagai proses yang dijalankan bersama-sama dengan orang lain. 

Kebersamaan sebagai satu tim kerja sangat positif untuk meningkatkan efektivitas dan kreativitas. Dalam konsep kurikulum merdeka, slogan kolaboratifnya lebih tepat daripada single power.

Semakin banyak orang yang terlibat dalam proses pendidikan, semakin banyak hal baru yang bisa dieksplorasi, dan tentu saja hal itu akan menjadi lebih efektif, dengan dampaknya tumbuhnya kreativitas.

3. Meningkatkan Rasa Cinta dan Dukungan Kepercayaan Diri pada Anak

Kolaborasi sangat penting tidak hanya untuk mengatasi miskomunikasi dan meningkatkan efektivitas serta kreativitas, tetapi juga untuk meningkatkan rasa cinta dan dukungan kepercayaan diri pada anak.

Pengalaman sebagai formator di dalam negeri selama 7 tahun dan 3 tahun di luar negeri di Jerman memberi saya refleksi bahwa kolaborasi tidak hanya harus berdampak pada hubungan guru dan orangtua, tetapi juga harus berdampak khusus pada anak itu sendiri.

Banyak keluarga hanya menitipkan anak mereka ke lembaga pendidikan karena sulit mengurus anak. Dalam konteks ini, orangtua ingin melepaskan tanggung jawab mereka. Namun, kita bisa bertanya, di mana rasa cinta orangtua pada anak?

Tidak jarang ditemukan anak-anak kehilangan kepercayaan diri, gemetaran ketika berdiri di depan umum. Mengapa ini terjadi? 

Orangtua dan guru sering tidak menyadari hal ini dan jarang membahasnya. Padahal, kepercayaan diri dan rasa cinta tumbuh melalui komunikasi dan relasi yang baik di rumah bersama orangtua dan di sekolah bersama guru.

Anak-anak tumbuh dengan rasa percaya diri yang baik hanya jika kolaborasi antara guru dan orangtua berjalan baik. Orangtua bisa menyampaikan kepada guru bahwa anaknya seperti ini di rumah dan mencari tahu penyebabnya.

Ada hal yang bisa ditangani di sekolah dan ada hal yang hanya bisa ditangani di rumah oleh orangtua. Tanpa kolaborasi, kita kehilangan kesempatan untuk berbagi pengalaman dalam konteks mendukung formasi pembentukan mental dan karakter anak.

4. Mempertimbangkan Catatan Xunzi (Hsün Tzu, c. 310—c. 220)

Kedalaman cara berpikir tentang pendidikan tidak selalu sulit dimengerti dan menjadi rumit untuk dikonseptualisasikan. Buktinya bisa ditemukan dalam gagasan filsuf Cina Xunzi tentang pendidikan.

Menariknya, Xunzi merenungkan konsep membuat periuk dari tanah liat untuk menggambarkan betapa pentingnya pendidikan sebagai proses transformasi.

Ini penting bagi Xunzi: Manusia tidak akan mampu mengubah sifat mereka tanpa seorang guru yang menunjukkan kepada mereka apa yang harus dilakukan. 

Tidak hanya itu, baginya proses transformasi harus menjadi sebuah ritual yang dilakukan berulang-ulang sampai orang merasa memiliki cinta dan mencintai itu.

Ritual memiliki kekuatan untuk mengubah motif dan karakter seseorang. Xunzi mengungkapkan peran orangtua yang melatih anaknya bermain piano dan setelah selesai mengajaknya makan es krim.

Orangtua itu tahu bagaimana memenuhi keinginan anaknya, sekalipun anaknya tidak menyukai bermain piano. Lama kelamaan anak itu akan belajar bermain piano dengan rasa cinta yang mulai tumbuh, awalnya untuk kepuasan dirinya.

Pengalaman itu kembali membangkitkan ritual yang diajarkan ibu saya sewaktu SD. Katanya, "Nak, kalau kamu bisa bangun pagi dan belajar, maka pasti akan menjadi anak yang cerdas. Waktu pagi itu bagus, pikiranmu diisi dengan pelajaran yang baik (Theresia Nembo).

Karena saya percaya pada omongan ibuku, saya memiliki ritual bangun pagi dengan menyalakan pelita kecil berisi minyak tanah saat belajar. Ternyata sampai sekarang omongan ibuku tetap benar. Waktu menulis yang baik bagiku adalah pagi ketika baru bangun tidur.

Salam berbagi, Ino, 20 November 2023."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun