Perjumpaan dengan anak-anak disabilitas memberi saya cara pandang baru tentang hidup yang bahagia dan sembuh dari beban pikiran | Ino SigazeÂ
Siang itu benar-benar disengat panas. Tiba-tiba saya mendengar suara pesan masuk dari ponsel saya. Dari nomor baru itu, saya membaca tulisan ini: "Siang romo kami dari komunitas ALMA Nita bersama anak-anak, kami dalam perjalanan mau ziarah di Mageria."Â
Pesan itu membuat saya tersenyum bahagia. Selanjutnya, saya berkomunikasi dengan pemilik nomor itu yang ternyata adalah pimpinan komunitas ALMA, Nita, Maumere, Flores.Â
Suster pimpinan itu beberapa kali masih menuliskan pesan terkait posisi mereka, setelah saya bertanya di mana mereka pada siang kemarin.Â
Bagi saya, posisi pengunjung itu penting karena informasi itu sangat menolong saya untuk persiapan diri menyambut mereka dan sejauh bisa berdoa bersama mereka.
Para Suster ALMA itu sungguh luar biasa dalam karya pelayanan mereka. Saya kagum dengan karya mereka, karena mereka betul-betul mengabdikan diri mereka untuk anak-anak disabilitas.Â
Perhatian dan kasih sayang mereka saya lihat secara langsung kemarin. Suster mengendong yang paling kecil karena ada penyakit yang dideritanya sejak kecil. Beberapa ikut berdoa dengan khusuknya.Â
Ada pula yang bermain sambil memanggil mama. Pada saat itulah terlihat tidak hanya para suster yang datang menggendong mereka, tapi juga sopir mereka memanggilnya.Â
Kasih sayang dan perhatian pada anak-anak disabilitas terlihat begitu nyata. Komunitas Nita memiliki anggota rumah sebanyak 24 orang.Â
Anak-anak disabilitasnya berjumlah 17 orang, sedangkan yang lainnya adalah para suster, pegawai, dan pelayan.Â
Pemandangan unik yang saya saksikan ternyata membawa saya pada pemahaman bahwa anak-anak disabilitas itu bisa juga hening untuk berdoa. Dari situlah saya belajar beberapa hal ini dari kunjungan mereka kemarin:
1. Anak-anak disabilitas bisa berdoaÂ
Berada di pelataran Gua Maria Mageria dengan hening bagi saya itulah adalah tanda doa mereka yang bisa mengucapkan kata-kata.Â
Ya, doa hening dan bisa saja itulah adalah momen kontemplasi ala anak-anak disabilitas. Saya percaya bahwa anak-anak itu punya doa yang luar biasa.Â
Coba bayangkan mereka bisa hidup, meskipun mereka tidak berkebun. Mereka bisa hidup dan mendapatkan kasih sayang, meski mereka ditinggalkan orangtua mereka.Â
Doa anak-anak disabilitas itu adalah doa mujarab, sebuah doa hening yang menembus ke langit yang tinggi yang meluluhkan hati Tuhan, Bapa Pengasih dan Penyayang.
2. Anak-anak disabilitas itu membutuhkan berkatÂ
Saya terkejut dan terheran-heran ketika selesai Rosario mereka datang meminta untuk diberkati. Saat itulah saya memberkati mereka satu per satu.Â
Rupanya anak-anak itu dibekali dengan pendidikan yang sangat baik. Bayangkan saja mereka bisa berjabatan tangan. Mereka juga bisa berbaris dengan rapi dan bisa pula saling menjaga dan memperhatikan.Â
Mereka datang meminta berkat dengan hening, seorang dari 17 anak itu meminta saya dengan kata-kata ini, "Pater berkat saya biar dapat jodoh."
3. Anak-anak disabilitas suka digendongÂ
Ada momen kami foto bersama setelah berdoa. Saat itu saya terkejut sekali lagi karena seorang yang paling kecil mendekati saya dan menyorongkan tangannya untuk berjabatan tangan dengan saya dan meminta supaya saya menggendongnya.Â
Dengan senang hati saya menggendongnya dan kami mengikuti foto bersama.Â
Satu hal yang sangat berkesan bagi saya adalah bahwa yang paling kecil itu tidak bisa berbicara dan secara fisik terlihat kerdil, namun ketika foto bersama tangannya itu diangkat seakan memberkati kami semua.Â
Bagi saya pemandangan seperti sungguh terlalu unik dan sangat menarik untuk direnungkan. Ternyata dari kisah mereka yang terkecil itu telah menggugah hati saya untuk merenungkan hal-hal yang sering terlupakan dalam hidup ini.
4. Menggendong yang paling kecil itu mendatangkan kebahagiaanÂ
Satu pengalaman yang membuat saya tertarik untuk menulis kisah perjumpaan dengan Suster-suster ALMA dan anak-anak mereka adalah pengalaman pribadi merasakan kebahagiaan yang luar biasa ketika saya bisa menggendong yang paling kecil kemarin.Â
Bayangan tentang saat dia mengangkat tangan dan memegang tangan saya, mengangkat kedua tangannya sebagai bentuk permintaannya untuk digendong bagi saya itu momen yang sangat indah dan tidak terlupakan.Â
Momen 5 menit mengendong yang paling kecil itu ternyata bisa menjadi momen kelegaan yang luar biasa. Saya tidak tahu kenapa bisa terjadi seperti itu, tapi itulah kenyataannya.Â
Saya sebetulnya sangat lelah karena barusan pulang pergi dari Mageria ke Maumere dan Maumere ke Mageria untuk membeli peralatan mobil kami yang sedang rusak.Â
Belum lagi sedang memikirkan untuk menerima tamu dan pengunjung lainnya dan segala macam hal yang belum beres, toh tiba-tiba pada saat itu saya seperti jadi segar dan plong, tanpa punya beban apa-apa.
5. Anak-anak disabilitas itu memberi wawasan tentang bagaimana menjadi sembuh dari beban pikiran
Apakah menggendong anak yang sakit itu akan mendapatkan berkat healing? Tentu saja, "ya". Saya percaya karena saya mengalami itu kemarin.Â
Momen perjumpaan dengan anak-anak ALMA itu telah memberikan saya inspirasi baru yang luar biasa tentang hidup itu sendiri. Hidup itu bisa datang sebagai berkat jika kita punya perhatian pada mereka yang paling lemah.Â
Hidup itu akan mendatangkan kesembuhan, jika punya hati dan kasih sayang pada mereka yang tidak mampu karena kelemahan fisik.Â
Hidup itu akan diperkaya, karena kita punya hati yang memberikan perhatian pada mereka yang paling kecil.Â
Hidup akan bahagia, jika kita punya sedikit waktu untuk mengulurkan tangan pada mereka yang benar-benar lemah tidak berdaya.Â
Hidup itu akan merupakan proses pelepasan dan kelegaan, jika kita mampu menanggung beban mereka yang tidak berdaya.
Salam berbagi, Ino, 10 November 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H