Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Advokasi Kebudayaan dan Koneksinya dengan Literasi Kehidupan

2 November 2023   05:47 Diperbarui: 2 November 2023   17:54 1366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidikan dan kebudayaan | Sumber: kompas.id/SUPRIYANTO 

Advokasi kebudayaan sudah saatnya dilakukan saat ini, agar koneksinya dengan literasi dan sumber ilmu pengetahuan menjadi semakin jelas | Ino Sigaze.

Polemik bisa saja terjadi kapan saja, di mana orang membicarakan segala hal dengan jelas membedakan mana yang penting dan mana yang tidak perlu didiskusikan.

Pendidikan dan kebudayaan merupakan dua bidang kehidupan yang selama ini dikaitkan dengan konsep hubungan yang erat dalam proses edukasi dan humanisasi.

Ingatan kolektif masyarakat Indonesia terhadap sebutan IPOLEKSOSBUDHANKAM, yang merupakan singkatan dari Ideologi Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, dan Pertahanan Keamanan, belum luntur.

Terlihat jelas bahwa budaya dimasukkan dalam hitungan itu di era Orde Baru. Namun, pertanyaannya adalah di mana peran pendidikan? 

Meskipun begitu, dalam struktur pemerintahan, terdapat satu instansi yang mengurus pendidikan dan kebudayaan.

Tulisan ini lebih menyoroti aspek advokasi kebudayaan dan koneksinya dengan sumber peradaban bangsa ini. Mengapa advokasi kebudayaan itu penting, kebudayaan seperti apa yang perlu dibela?

Advokasi kebudayaan dan koneksinya dengan literasi kehidupan | Ilustrasi dari Gerbang Mageria, Flores. Dokumen pribadi oleh Ino Sigaze.
Advokasi kebudayaan dan koneksinya dengan literasi kehidupan | Ilustrasi dari Gerbang Mageria, Flores. Dokumen pribadi oleh Ino Sigaze.

Advokasi Kebudayaan dan Literasi

Indonesia tentu saja adalah bangsa yang besar dengan warisan kebudayaan yang plural. Keberagaman budaya bangsa ini belum semuanya diterima sebagai bagian yang layak diintegrasikan dengan pendidikan dan filosofi kehidupan orang Indonesia.

Ada dua hal yang perlu diperdalam di sini: Pertama, soal kelayakan. Mana saja budaya bangsa ini yang layak untuk dihubungkan dengan kehidupan manusia modern dan juga dengan pendidikan.

Sampai dengan saat ini budaya bangsa dijaga dan dikembangkan hanya sejauh masyarakat itu sendiri menganggapnya penting. Apakah layak disosialisasikan? 

Semuanya masih tergantung pada kesadaran masyarakat yang memiliki kebudayaan itu sendiri dan belum menjadi milik bersama bangsa ini.

Kedua, integrasi budaya. Karena afirmasi terkait kelayakan budaya dan warisan itu hanya terjadi secara lokal di daerah, maka integrasi budaya tersebut akhirnya hanya terjadi secara terbatas di daerah tertentu saja.

Nah, advokasi kebudayaan perlu dimulai dengan cara kita membangun pintu literasi. Pintu literasi akan membuka wawasan dan gagasan, narasi, dan sekaligus edukasi.

Literasi bisa saja menjadi gerbang utama bagi proses advokasi kebudayaan. Tanpa literasi, orang tidak mungkin mengenal apa yang khas dari narasi budaya masing-masing suku yang diakui negara ini.

Advokasi kebudayaan sangatlah penting supaya legalitas hukum dari setiap warisan kebudayaan yang ada itu menemukan dasar perlindungannya.

Kebudayaan dan Koneksi dengan Peradaban Bangsa

Hal yang perlu dijelaskan sekali lagi tentu saja berkaitan dengan pemahaman yang sama tentang definisi kebudayaan.

Edward Tylor menulis: "culture is that complex whole that includes knowledge, belief, art, morals, law, customs, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society." (Primitive Culture, Vol. I, dalam: Anthony F. C. Wallace, Culture and Personality, New York: Random House, 1970).

Keseluruhan yang kompleks mencakup banyak sekali bidang kehidupan manusia, tentu saja semuanya memiliki koneksi dengan peradaban bangsa ini.

Apalagi jika mendasari pemahaman kita sesuai pandangan Koentjoroningrat bahwa pola tindakan dan tingkah laku manusia adalah hasil dari proses belajar (Koentjoroningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2003).

Proses belajar perlu dikritisi, dinarasikan, dan diberikan dasar yang sesuai dengan peradaban bangsa ini.

Artinya bahwa warisan kebudayaan bangsa ini perlu lebih diperhatikan lagi sehingga setiap warisan kebudayaan bangsa ini diterima, diakui, dan memiliki dasar penjelasan yang masuk akal dengan koneksi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai sumber ilmu pengetahuan, sumber moral, sumber spiritual.

Penggabungan pendidikan dan kebudayaan sudah jelas mengorbankan banyak hal penting dari apa yang telah dieksplorasi oleh generasi muda bangsa ini.

Tujuannya tidak lain supaya pilihan untuk mengembangkan kebudayaan bangsa kita menjadi lebih efektif dan terfokus yang tidak hanya menggali sumber-sumber masa lalu, tetapi juga membuka pintu koneksi dan sinkronisasi dengan manusia modern saat ini.

Kebudayaan dan pendidikan, tidak dapat dipisahkan?

Dewasa ini khususnya di Eropa mengembangkan satu program penelitian budaya yang berlaku di universitas. Program Strata 1 harus dilengkapi dengan program belajar 1 tahun di luar negeri.

Program ini sudah mulai berjalan, sekalipun belum semua universitas melakukannya, dan bidang penelitiannya tidak selamanya budaya, tapi cukup kuat tendensi pikiran untuk pergi ke negara-negara yang memiliki warisan kebudayaan klasik masih terpelihara.

Mereka tahu juga bahwa kolonisasi telah menjadi bagian dari sesi sejarah yang kelam. Sejarah kelam itu bersentuhan langsung dengan kemanusiaan dan tentu saja berdampak langsung pada kebudayaan dan peradaban negara-negara yang pernah dijajah.

Gairah intelektual mereka saat ini tumbuh dengan kuat untuk meneliti dan menulis kembali serpihan-serpihan kebudayaan yang telah menjadi puing dari kolonisasi itu sendiri.

Dari situ terlihat jelas sekali hubungan logis antara kebudayaan dan pendidikan. Jika kebudayaan itu menjadi sumber peradaban yang bisa diobservasi, maka kebudayaan itu akan menjadi resource ilmu pengetahuan.

Artinya hubungan isi antara kebudayaan dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, tetapi soal praktis dalam proses pengembangan kebudayaan dan pendidikan memang sebaiknya dipisahkan supaya menjadi lebih terarah dan efektif.

Oleh karena itu, saya bisa mengatakan bahwa advokasi kebudayaan adalah pilihan penting yang tidak hanya memberikan afirmasi pada warisan kebudayaan bangsa ini, tetapi lebih dari itu, diperlukan legalisasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan bidang-bidang kehidupan dan keilmuan lainnya sehingga menjadi lebih relevan dan menjadi sumber ilmu pengetahuan.

Salam berbagi, Ino, 2 November 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun