Sampai dengan saat ini budaya bangsa dijaga dan dikembangkan hanya sejauh masyarakat itu sendiri menganggapnya penting. Apakah layak disosialisasikan?Â
Semuanya masih tergantung pada kesadaran masyarakat yang memiliki kebudayaan itu sendiri dan belum menjadi milik bersama bangsa ini.
Kedua, integrasi budaya. Karena afirmasi terkait kelayakan budaya dan warisan itu hanya terjadi secara lokal di daerah, maka integrasi budaya tersebut akhirnya hanya terjadi secara terbatas di daerah tertentu saja.
Nah, advokasi kebudayaan perlu dimulai dengan cara kita membangun pintu literasi. Pintu literasi akan membuka wawasan dan gagasan, narasi, dan sekaligus edukasi.
Literasi bisa saja menjadi gerbang utama bagi proses advokasi kebudayaan. Tanpa literasi, orang tidak mungkin mengenal apa yang khas dari narasi budaya masing-masing suku yang diakui negara ini.
Advokasi kebudayaan sangatlah penting supaya legalitas hukum dari setiap warisan kebudayaan yang ada itu menemukan dasar perlindungannya.
Kebudayaan dan Koneksi dengan Peradaban Bangsa
Hal yang perlu dijelaskan sekali lagi tentu saja berkaitan dengan pemahaman yang sama tentang definisi kebudayaan.
Edward Tylor menulis: "culture is that complex whole that includes knowledge, belief, art, morals, law, customs, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society." (Primitive Culture, Vol. I, dalam: Anthony F. C. Wallace, Culture and Personality, New York: Random House, 1970).
Keseluruhan yang kompleks mencakup banyak sekali bidang kehidupan manusia, tentu saja semuanya memiliki koneksi dengan peradaban bangsa ini.
Apalagi jika mendasari pemahaman kita sesuai pandangan Koentjoroningrat bahwa pola tindakan dan tingkah laku manusia adalah hasil dari proses belajar (Koentjoroningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2003).