Saat minum kopi berdua, mereka berbicara banyak hal dan tampaknya orang itu mengerti dan tidak menjadi garang seperti sebelumnya.
Dari meja kopi itulah terjadi hal ini: Dari musuh gagasan akhirnya berubah menjadi sahabat yang bisa berbicara saran dan pesan.
Keajaiban diplomasi di Meja Makan ala Jokowi tentu saja sudah menjadi nyata. Pertama saya melihat gambar tentang Ganjar, Anies, dan Prabowo duduk satu meja bersama Jokowi, terasa teduh dan nyaman.
Diplomasi di Meja Makan dan Bahasa Simbol Jokowi
Tentu saja diplomasi ala Jokowi itu punya simbol yang unik dan menarik untuk dikaji lebih dalam. Ada beberapa hal penting yang bisa diangkat ke permukaan:
1. Duduk satu meja dan pesan damai
Ingatan kolektif masyarakat Indonesia tentu saja bisa dihubungkan dengan Konferensi Meja Bundar yang terjadi di Den Haag, Belanda pada tanggal 11 Desember 1949 dan 29 Januari 1950.
Diplomasi di meja pada saat itu ternyata punya tujuan mulia yakni untuk mengakhiri konflik antara Belanda dan Republik Indonesia.
Dalam arti tertentu, Jokowi melakukan diplomasi di meja makan itu dengan tujuan agar konflik kepentingan antara masing-masing pendukung capres dan cawapres bisa mengendalikan diri dan menjaga kesatuan bangsa ini.
Logikanya akan menjadi seperti ini: Jika calon pemimpin bangsa kita bisa duduk satu meja dan makan bersama di meja yang sama, maka seharusnya kita, para pendukung mereka, juga bisa duduk satu meja dan berbicara tentang kemajuan Indonesia yang ditawarkan oleh capres masing-masing.
2. Duduk satu meja dan kedekatan emosional
Secara fisik, ketika melihat tiga capres kita duduk bersama Jokowi, kesan yang muncul adalah bahwa mereka begitu dekat, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara emosional.
Mereka memiliki perbedaan program yang bisa diukur, tetapi tentu saja jarak hati mereka begitu dekat, karena ketiganya sedang mempertahankan kelanjutan bangsa ini dengan cara dan gaya yang berbeda.