Di desa, kebanyakan orang hidup dengan prinsip "pinjam." Mereka berpikir bahwa jika ada seseorang dengan kondisi ekonomi yang lebih baik, seperti pendatang baru dari kota, maka mereka adalah sasaran pinjam uang.
Orang-orang akan berkunjung dan meminjam uang. Namun, momen peminjaman ini bisa menjadi dilema. Jika kita tidak memberikan pinjaman, mereka mungkin akan menganggap kita tidak baik, tetapi jika kita memberikan pinjaman, mereka mungkin akan datang lagi tanpa mengembalikan pinjaman sebelumnya.
Selain uang, hal yang sering dipinjam di desa adalah barang-barang dan peralatan rumah tangga. Masalahnya, barang-barang yang dipinjam sering kali tidak memiliki tanggal pengembalian yang jelas.
Ketika seseorang tidak dapat beradaptasi dengan kebiasaan pinjam-meminjam ini, maka mereka bisa mengalami stres dan bahkan isolasi sosial.
3. Urusan Adat yang Tidak Pernah Berakhir dan Selalu Muncul
Masalah terbesar yang sering kali tidak disebutkan dalam pengalaman orang-orang yang mengalami gentrifikasi adalah bagaimana mereka terlibat dalam urusan adat di desa.
Di desa, konsep keluarga memiliki arti yang sangat penting. Masyarakat desa sering kali menganggap bahwa semua orang di desa itu seolah-olah merupakan bagian dari keluarga mereka.
Urusan adat dalam desa selalu menjadi bagian dari urusan kolektif. Di sana, orang sudah terbiasa memberi sebagai bentuk solidaritas.Â
Misalnya, dalam acara pemakaman, jika ada beberapa pemakaman dalam waktu yang berdekatan, keluarga harus memberikan sumbangan yang besar, dan ini adalah kewajiban sosial. Dalam situasi seperti ini, jumlah uang yang harus dikeluarkan bisa sangat besar.
Semua masalah ini tidak dapat dihindari dan bisa menciptakan tekanan psikologis dalam konteks gentrifikasi.
Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk mengalami gentrifikasi, penting untuk mempertimbangkan dengan bijak sisi-sisi keuntungan dan kerugian.