Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Skripsi Tidak Diwajibkan dan Untung Ruginya, Mahasiswa Menjadi Penemu?

31 Agustus 2023   09:09 Diperbarui: 1 September 2023   01:57 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mahasiswa mengerjakan tugas dengan laptop.(thinkstock/zhudifeng) 

Sudah saatnya generasi muda Indonesia menjadi penemu dan bukan peniru dan pengikut! (Ino Sigaze)

Sorotan tema ini sangat menarik karena berkaitan dengan tantangan dan kenyataan dunia pendidikan yang selama ini telah menjadi polemik terkait joki skripsi.

Pertanyaannya adalah apakah kebijakan tidak diwajibkan skripsi karena maraknya aksi perjokian skripsi atau ada alasan lainnya? 

Pengalaman pribadi bisa menjadi rujukan yang penting untuk menjawab pertanyaan di atas.

Tulisan ini lebih berfokus pada tantangan dan sisi untung-rugi dari kebijakan tidak diwajibkan skripsi.

Manfaat dari Tidak Diwajibkan skripsi:

Bagi mahasiswa dan mahasiswi, kebijakan ini sungguh menyenangkan, karena pasti sangat meringankan proses studi mereka. Mereka tidak perlu lagi menghabiskan banyak waktu dan uang untuk urusan penulisan skripsi.

Dari segi waktu, sangat mungkin bahwa masa studi mereka menjadi lebih singkat tanpa skripsi. Oleh karena singkatnya masa studi, kemungkinan besar mereka akan dengan cepat terjun ke dunia kerja.

Skripsi dihapus dan untung ruginya, mahasiswa menjadi penemu? Dokumen diambil dari: suara.com.
Skripsi dihapus dan untung ruginya, mahasiswa menjadi penemu? Dokumen diambil dari: suara.com.

Penghematan yang tidak memberatkan orangtua tentu saja sangat menyenangkan. Namun, pada sisi lain, tampaknya ada banyak kerugian dari kebijakan tidak diwajibkan skripsi ini:

Mahasiswa sangat mungkin tidak memiliki kemampuan berpikir mandiri yang serius dan terfokus sesuai minat akademik yang dimilikinya.

Jika kemampuan berpikir mandiri yang kreatif tidak dimiliki, maka apa yang bisa diandalkan nanti? Ini tentu saja pertanyaan serius.

Tidak diwajibkan dan kebijakan tanpa skripsi juga berdampak pada minat mahasiswa-mahasiswi untuk membaca dan mengunjungi perpustakaan.

Jika generasi muda kita tidak bisa menjadi generasi yang mencintai perpustakaan dan tidak memiliki gairah menulis dan berliterasi, maka tentu saja kebijakan itu akan berdampak pada kemajuan literasi generasi muda Indonesia.

Kerugian lain tentu saja akan mendatangkan masalah bagi sejumlah orang yang selama ini hidup dari dunia perjokian. Kebijakan tidak diwajibkan skripsi sama dengan tidak diwajibkan perjokian.

Beberapa alasan di atas muncul karena berangkat dari pengalaman pribadi bahwa menulis skripsi itu ternyata memiliki sejumlah keuntungannya:

Pertama, skripsi akan menjadi bukti pengakuan akademis bahwa saya seorang akademisi yang berkualitas dan ide-ide saya pernah dapat dipertanggungjawabkan dan layak dibaca oleh orang lain.

Kedua, skripsi akan menjadi bukti dari kematangan berpikir pada jenjang sarjana. Kematangan berpikir itu bukan diperoleh dari apa yang diberikan, tetapi dari sebuah proses timbal balik yaitu menulis, dikoreksi, ditanya, dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Ketiga, skripsi akan menjadi bukti karya pertama yang menjadikan seorang mahasiswa layak disebut akademisi dan sarjana.

Keempat, skripsi menjadi alat bukti bahwa seorang mahasiswa pernah memiliki rencana belajar, pernah rajin mengunjungi perpustakaan, pernah mengenal tata bahasa, pernah mengenal cara menulis, pernah melakukan kesalahan dalam penulisan, dan menjaga kontinuitas ide serta sejumlah pengalaman dalam menulis yang bisa diperoleh saat menulis skripsi.

Namun, jelas sekali bahwa pengalaman unik dari menulis skripsi hanya bisa dirasakan oleh generasi yang tidak mengenal yang namanya joki skripsi.

Oleh karena itu, saya pikir jika langkah dan kebijakan tidak diwajibkan skripsi ini sudah final, maka hal yang penting bagi mahasiswa sebagai pengganti skripsi.

Saya berpikir penting bahwa mahasiswa di era digital ini perlu diberi tantangan seperti ini:

Para mahasiswa perlu diberikan tantangan untuk menjadi penemu dan peneliti yang kreatif. Katakan saja seperti ini, jika jurusannya matematika, maka syarat kelulusannya adalah dia harus menemukan satu rumus lain dari rumusan yang sudah ada.

Jika mahasiswa tersebut dari jurusan pertanian, maka tantangannya bisa berupa menemukan sesuatu yang baru, seperti jenis kopi dengan rasa baru melalui kombinasi arabika dan robusta. Mungkinkah itu?

Jika jurusannya perikanan, maka tantangannya adalah bagaimana mereka menciptakan jenis ikan baru yang bisa hidup di air tawar dengan daya tahan tubuh yang kuat, dan sebagainya.

Artinya, bahwa mahasiswa perlu ditantang untuk melakukan proses antitesis guna menemukan produk baru dalam berbagai bidang untuk kemajuan bangsa dan negara ini.

Jika tantangan dan peluang menjadi penemu seperti itu yang ditawarkan sebagai alternatif tanpa skripsi, maka saya sangat setuju. Mengapa demikian?

Pertama, generasi muda ini akan memiliki kemampuan menemukan sesuatu melalui kreasi cara berpikir mereka sendiri daripada bekerja asal-asalan dan membayar orang lain untuk mengerjakan skripsi mereka.

Kedua, generasi yang kreatif akan hidup dan mampu bersaing di era digital dengan segala perubahan yang sedang terjadi saat ini.

Ketiga, generasi yang mampu menciptakan dan menemukan sesuatu akan sekaligus memperkaya peradaban bangsa ini, menciptakan karya-karya yang dikenal di dunia.

Kapan anak bangsa akan menjadi pencipta jika kita tidak memberikan kesempatan kepada mereka sekarang.

Salam berbagi, ino, 31 Agustus 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun