Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ganjar di Mana-Mana, Ganjar Siji, Ganjar Kabeh: Pesan Politik dalam Lagu yang Memikat Hati

19 Juli 2023   02:00 Diperbarui: 19 Juli 2023   02:16 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganjar dimana-mana, Ganjar Siji, Ganjar Kabeh, pesan politik dalam lagu yang memikat | Dokumen diambil dari Resso.com

Ganjar dimana-mana, Ganjar Siji, Ganjar Kabeh: Pesan Politik dalam Lagu yang Memikat Hati ini bisa menjadi alur sejarah tentang kiprah  seniman Indonesia yang dalam dunia politik | Ino Sigaze

"Ganjar dimana-mana, Ganjar Siji, Ganjar Kabeh" adalah karya seniman anak bangsa Encik yang baru-baru ini dirilis. 

Pria berambut gimbal itu bernyanyi dengan syair yang sederhana: Ganjar di mana-mana, Ganjar memang mempesona, sampai kita terpesona, akhirnya harus ke sana.

Saya pertama kali mendengar lagu ini dalam sebuah video dengan gambaran situasi yang benar-benar santai. 

Pak Ganjar sedang santai menikmati kopinya, lalu beberapa teman Ganjar duduk di sekitarnya, dan kemudian beberapa orang lain datang. Entahlah untuk apa, tidak dikatakan.

Lalu, pria berambut gimbal itu muncul dengan gitarnya sambil bernyanyi: Ganjar siji, Ganjar kabeh (Ganjar satu, Ganjar semua). 

Tampak aksi selanjutnya, lagu itu dinyanyikan juga oleh teman-teman Ganjar yang ada di sekitarnya. 

Suasana sontak berubah menjadi seru dan meriah, padahal tidak diketahui momennya.

Artikel ini mencoba mengkaji hubungan antara lagu dan politik dalam lagu "Ganjar siji, Ganjar kabeh". 

Terdapat beberapa aspek menarik yang dapat dilihat dari kenyataan tersebut:

Seniman dan Pesan Politik: Komunikasi Tanpa Kekerasan

Ekspresi jiwa manusia dapat diungkapkan dalam berbagai cara. Para seniman memiliki pengakuan sosial terkait pengungkapan jiwa seni mereka, terutama bagi para seniman yang terkenal.

Tidaklah asing bahwa para seniman menyampaikan pesan-pesan simbolik melalui lagu, puisi, karya imajinasi, lukisan, dan lain sebagainya. 

Namun, pesan politik yang disampaikan melalui lagu terasa lebih menghanyutkan dan menggetarkan publik ketika suara mereka terdengar dalam konteks tertentu.

Kadang-kadang, mereka seperti nabi yang bersuara atas nama kebenaran untuk mengarahkan banyak orang kepada satu visi yang menjanjikan kesejahteraan di masa depan. 

Hal ini tidak berbeda jauh dengan para seniman saat ini, di mana pesan politik yang disampaikan melalui lagu juga merupakan bentuk ekspresi seni yang diterima luas.

Diksi Kultural yang Lebih Memikat

Bahkan jika diamati, lagu "Ganjar siji, Ganjar kabeh" tampak seperti syair biasa, hanya dengan diksi kultural yang bermakna. 

Inilah keahlian seniman, mereka memiliki kemampuan khusus untuk mempengaruhi massa tanpa menggunakan kekerasan dalam bentuk apapun.

Bagi saya, lagu merupakan bahasa komunikasi politik yang menarik. Hal ini bukanlah hal baru pada tahun politik ini, tetapi sudah ada sejak lama. 

Saya teringat kisah di kampung saya empat tahun lalu, ketika seorang pejabat dari kecamatan mengunjungi kampung adat dan mengikuti tarian adat. 

Pada saat itu, seorang bapak yang memiliki kemampuan khusus menyampaikan pesan politik melalui syair bahasa daerah dengan sangat indah: "Bapa Camat, kau tozo raza kami ndia, kami muri susa, raza kami zae gaga, kau pati apa? Bapa Camat, engkau bisa melihat secara langsung keadaan jalan kami, kami hidup susah, jalan kami belum bagus, engkau memberikan apa?"

Pesan politik disampaikan pada momen yang tepat umumnya efektif, karena terasa lebih menyentuh hati manusia.

Komunikasi Politik dan Interpretasi Hermeneutik

Lagu "Ganjar siji, Ganjar kabeh" terdengar sederhana, tetapi lagu tersebut terbuka untuk interpretasi hermeneutik. 

Oleh karena itu, saya mencoba memberikan interpretasi berdasarkan syair sederhana tersebut.

Pertama, "Ganjar siji, Ganjar kabeh": "siji" dan "kabeh" adalah bahasa Jawa yang dipahami oleh jutaan rakyat Indonesia. 

Dengan menyanyikan lagu dengan diksi tersebut, tanpa disadari pendengar akan tenggelam dalam pesan bahwa ada pesan tersembunyi bahwa Ganjar adalah satu-satunya yang dapat menyatukan kita semua.

Namun, orang dapat memberikan interpretasi dengan logika berikut: jika kita semua bersatu, maka Ganjar akan menjadi pemenangnya. 

Namun, kita harus menyadari bahwa itu bukan maksud dari seniman gimbal tersebut. Itu hanyalah tafsiran terbuka berdasarkan diksinya. 

Inilah mengapa penting untuk menggunakan diksi yang sesuai dengan budaya kita sendiri.

Kedua, "Ganjar di mana-mana": bagian ini ingin menyampaikan bahwa Ganjar adalah bagian dari kehidupan rakyat Indonesia. 

Ganjar dapat merangkul semua orang dan menjadi milik dari seluruh rakyat Indonesia. Penggalan kata-kata ini membuka proses identifikasi tentang siapa pendukung Ganjar secara psikososial. 

Siapa pun yang mendengar lagu "Ganjar siji, Ganjar kabeh" dan merasa bahwa mereka adalah bagian dari Ganjar, maka pada saat itu terbentuk hubungan batin dan kepercayaan.

Ketiga, "Ganjar memang mempesona, sampai kita terpesona": bagian ini mencoba memprovokasi pendengar dengan visi yang positif untuk menarik kekaguman rakyat sebanyak mungkin pada Ganjar. 

Ada generalisasi yang mewakili suara mayoritas "kita" bukan "saya". Inilah kekuatan pengaruh sang seniman. Dia mencoba membawa banyak orang untuk mengagumi Ganjar. 

Seorang seniman percaya bahwa kata-katanya memiliki kekuatan yang kuat, bahkan lebih kuat daripada aksi demonstrasi di jalan.

Keempat, akhirnya harus menuju ke sana. Penggalan terakhir ini merupakan tujuan yang ingin diperjuangkan oleh seluruh rakyat Indonesia dalam konteks Pilpres 2024 ini. 

Namun, penggunaan "harus ke sana" terdengar kurang elegan, seolah-olah ada unsur paksaan. 

Sementara itu, dari sudut pandang lain, saya melihat bahwa diksi tersebut lebih menggambarkan realitas dilematis yang dihadapi oleh rakyat Indonesia saat ini.

Rakyat berhadapan dengan pilihan calon presiden, dan di sinilah optimisme sang seniman mengilhami. 

Meskipun ragu dan bimbang, serta terdapat dilema dan kontroversi, pada akhirnya pilihan kita adalah Ganjar, dan kita perlu bergerak maju.

Salam berbagi, Ino, 19,07.2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun