Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

RUU Kesehatan Omnibus Law dan "Hantu Kelalaian" Para Dokter dan Tenaga Kesehatan

11 Mei 2023   14:15 Diperbarui: 11 Mei 2023   14:20 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RUU Kesehatan Omnibus Law dan hantu kelalaian para dokter dan tenaga kesehatan

Kelalaian tidak akan menyeret tenaga kesehatan dan para dokter ke meja hukum, jika ada komunikasi yang baik, keramah tamahan dan profesionalitas yang terpuji | Ino Sigaze.

Riuh protes para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia kembali terdengar. Media-media memberitakan demonstrasi Nakes dan juga rencana mogok nasional pada 14 Mei nanti.

Spanduk protes bisa dibaca: Stop RUU Kesehatan: Titipan asing dan kapitalis (detiknews, 08/05/2023). Berita dan isi dari aksi protes Nakes  mendatangkan kesan bahwa aksi-aksi protes syarat dengan kepentingan tertentu.

Apa sih kepentingan Nakes RI? Mungkin sangat sulit untuk menjawab pertanyaan seperti itu. Karena pada prinsipnya tenaga Nakes menjalankan tugas pelayanan kesehatan di negara ini.

Konsekuensi dari tugas pelayanan itu, sudah jelas bahwa tenaga Nakes pasti mendapat perlindungan hukum dari pemerintah Republik Indonesia. Hal itu tentu saja sudah otomatis setiap warga negara punya hak perlindungan hukum.

Adakah kebutuhan khusus lainnya lagi yang diharapkan oleh Nakes? Ternyata Nakes takut dengan apa yang dinamakan mereka sendiri kriminalisasi oleh pasien.

Perhatikan ucapan drg. Dahlia Nadeak (Senin, 8/05/2023), "Kita menuntut terkait kriminalisasi pelayanan kita. jadi kita di dalam memberikan pelayanan itu dilindungi. Biar pelayanan kita dilindungi tidak dikriminalisasi oleh pasien."

Warga biasa saja sudah dilindungi, apalagi seorang dokter atau tenaga kesehatan yang menjalankan tugas pelayanan kesehatannya, sudah pasti dilindungi. 

Argumen di atas terasa sekali tidak terlalu punya dasar untuk dijadikan protes. Nah, ketakutan terbesar dari para dokter dan Nakes saat ini adalah terkait pasal 462 yang berbunyi, "Tenaga kesehatan bisa dipidana jika melakukan kelalaian."

Kata "kelalaian" saat ini bagaikan "hantu" yang bergentayangan di rumah-rumah sakit dan tempat praktek para dokter dan Nakes di Indonesia.

Apa itu kelalaian?

Kelalaian itu punya kata dasar yakni lalai. KBBI memberikan definisi jelas arti dari kata lalai itu: kurang hati-hati, tidak mengindahkan (kewajiban, pekerjaan, dsb); lengah. 

Mungkin baik kita perlu mengetahui apa sih motif hukum dari pencantuman kata "kelalaian"? sebenarnya motif dasar dari penggunaan kata "kelalaian" itu adalah supaya dalam kenyataan sehari-hari yang terjadi adalah antonim dari lalai yakni waspada, awas, cermat dan eling.

Pertanyaannya salahkah jika RUU Omnibus Law memiliki visi hukum seperti itu? Pada prinsipnya hukum itu memberikan edukasi agar dalam seluruh kinerja pelayanan kesehatan di negeri ini menjadi cermat dan waspada. Ya, berkualitas, setara dengan kemajuan bangsa kita sendiri.

Model kelalaian yang nyata terjadi di Indonesia

Coba bayangkan, beberapa waktu lalu, seorang teman saya mengatakan bahwa dia akhirnya harus berobat di luar negeri karena vonis dokter di Indonesia bahwa ususnya harus dipotong.

Ragu dengan vonis itu, akhirnya berangkat ke luar negeri. Ternyata dokter luar itu tidak pernah mengatakan bahwa ususnya harus dipotong. Coba bayangkan hal seperti itu. Cermatkah pemeriksaan para dokter di negeri ini?

Maksud dari contoh ini sebenarnya bukan untuk membandingkan dokter tanah air dan dokter asing, tetapi tentang betapa pentingnya keterbukaan dan kerjasama dengan tenaga-tenaga dokter dari anak bangsa sendiri yang merupakan produk asing.

Saya tidak percaya bahwa semua dokter tamatan luar negeri itu sebagai "titipan asing dan kapitalis." Sangat mungkin bahwa poros dari persoalan saat ini adalah para dokter dan Nakes Indonesia tidak mau berbenah diri.

Enggan memasuki pintu perubahan dan reformasi di bidang kesehatan, sistem dan jaringan organisasi kedokteran bisa jadi itu alasan utama dari aksi protes saat ini.

RUU Omnibus Law dan tantangan reformasi birokrasi pelayanan kesehatan di Indonesia

Kehadiran RUU Omnibus Law tentu saja berkaitan dengan keselarasan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan bangsa ini. Pada prinsipnya berada dalam logika seperti ini, jika bangsa kita menjadi semakin maju di Asia Tenggara, maka semestinya pelayanan kesehatan kita juga semakin dipercaya.

Saya membayangkan nama besar kemajuan bangsa ini pasti akan hilang sekejap, jika warga asing di rawat di rumah sakit seperti di Flores misalnya.

Coba bayangkan rumah sakit terlihat dari luar begitu bagus penampilannya, tapi perhatikan toilet dalamnya. Minta ampun, apa kata dunia. Bukankah itu adalah suatu kelalaian?

Seperti apa bentuk kepedulian konkret dari para dokter dan Nakes untuk kesehatan masyarakat saat ini? Rupanya reformasi yang dibutuhkan bukan cuma birokrasi tapi juga mental hidup sehat juga perlu diedukasi secara lebih intensif lagi.

Jika ada semacam survei tentang toilet di rumah sakit, maka bisa ditemukan berapa rumah sakit yang memiliki toilet bersih. Barangkali hal ini bisa jadi masukan untuk para mahasiswa supaya perlu juga mengadakan suatu penelitian terkait toilet rumah sakit.

Kriminalisasi tenaga kesehatan dan perlindungan hukumnya

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melalui kumparan.com memberikan laporan bahwa pada tahun 2022 sebesar 30 persen kasus kekerasan terhadap tenaga medis (28/04/2023).

Pertanyaannya bentuk perlindungan hukum seperti apa yang diharapkan oleh tenaga kesehatan, karena pada prinsipnya aksi kekerasan sudah pasti melanggar hukum.

Pasal 170 KUHP menjatuhkan pidana terhadap orang-orang yang melakukan kekerasan, di mana akibat dari perbuatannya membuat korban mengalami luka ringan, luka berat, atau sampai menghilangkan nyawa korban.

Sedangkan ada juga pasal lainnya yang jauh lebih rinci lagi terkait tindakan yang melawan hukum, seperti pasal 90 KUHP memberikan definisi tentang kategori luka; pasal 351, 353, 354 dan 355 KUHP terkait penganiayaan dan seterusnya.

Bukankah referensi hukum itu akan kembali ke KUHP? Jadi, rupanya tuntutan perlindungan hukum terhadap para dokter dan tenaga kesehatan itu bisa jadi karena alasan-alasan lainnya.

Hantu kelalaian dan profesionalitas

Besarnya harapan para dokter dan tenaga kesehatan untuk perlindungan hukum memang bisa dimengerti karena tidak semua pasien itu bisa punya pemahaman yang sama baik itu tentang hukum dan juga birokrasi pelayanan di rumah sakit. 

Akan tetapi, hal itu bisa diatasi dengan kemampuan komunikasi yang baik dan profesionalitas. Tanpa profesionalitas yang terpuji, maka sangat mungkin tenaga kesehatan akan jatuh pada kelalaian.

Bentuk konkret dari profesionalitas yang dibutuhkan di Indonesia tentu saja mencakup banyak hal, seperti kedisiplinan waktu, akurasi hasil pemeriksaan, komunikasi yang baik tanpa paksaan, keramahtamahan yang berlaku untuk semua orang, tidak pandang ini dari pejabat dan orang biasa, kebersihan ruangan, dan banyak hal lainnya lagi.

Kalau sampai hal-hal praktis itu tidak diperhatikan, maka sudah pasti kelalaian itu selalu menjadi hantu yang menakutkan. Bisa jadi karena, tenaga kesehatan mau merawat kelalaian itu atau mau supaya kelalaian yang terjadi itu dimaklumi.

Jika kelalaian para dokter dan tenaga kesehatan itu tidak berdampak pada keadaan pasien, maka sebenarnya tidak apa-apa, tapi umumnya kelalaian para dokter dan tenaga kesehatan itu pasti berdampak langsung pada kesehatan pasien.

Mengatasi kelalaian itu sebenarnya sama dengan berpihak pada kesehatan dan kehidupan. Jika para dokter dan tenaga kesehatan sudah semaksimal mungkin bekerja dengan penuh pelayanan dan ramah tamah, maka tidak mungkin dari kelalaian kecil saja, langsung dikriminalisasi.

Jadi, aksi protes para dokter dan tenaga kesehatan itu bisa menjadi pintu masuk untuk sama-sama belajar:

1. Pemerintah perlu perlu memerhatikan lebih serius lagi soal kesejahteraan hidup para dokter dan tenaga kesehatan yang begitu total mengabdi untuk kehidupan banyak orang.

2. Pasal tentang perlindungan hukum para dokter dan tenaga kesehatan tidak bisa begitu saja dijatuhkan atas nama "kelalaian" tetapi mesti melewati penjelasan dan penyelidikan yang akurat dan objektif.

3. Reformasi birokrasi dan tuntutan profesionalitas para dokter dan tenaga kesehatan itu sangat diharapkan oleh masyarakat Indonesia.

4. Komunikasi yang baik dengan tata krama yang berakar pada budaya kita masing-masing pasti akan menciptakan iklim pelayanan yang lebih baik dan sehat.

Salam berbagi, ino, 11.05.2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun