Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ada 5 Alasan Mengapa Tidak Menyebut Nama Penulis Perempuan

21 April 2023   04:05 Diperbarui: 3 Mei 2023   12:11 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan bukan di titik nol lagi, tetapi di titik pusat media dan literasi zaman | Ino Sigaze.

Sorotan tema Kompasiana kali ini cukup menggelitik untuk lebih jeli dan kritis. Namun, bagi saya mengangkat tema penulis Kompasiana yang berjiwa Kartini dalam menyongsong hari peringatan Ibu kita Kartini itu merupakan momen penting yang perlu diapresiasi.

Oleh karena itu, tulisan ini lebih menyoroti sosok ideal tanpa menyebut nama secara mendetail. Pertanyaannya, mengapa tidak perlu menyebut nama?

Nah, ada 5 alasan mengapa tidak perlu menyebut nama penulis perempuan:

1. Semua perempuan yang telah menjadi penulis di Kompasiana bagi saya adalah sosok-sosok yang yang telah menjiwai daya juang ibu kita R.A. Kartini.

Mengapa? Saya membayangkan untuk proses membuat akun sehingga boleh menulis di Kompasiana saja sudah membutuhkan perjuangan.

Lalu tidak hanya itu, kalau perempuan yang belum berkeluarga, ketika dia punya keputusan untuk menulis, berarti dia sudah punya pikiran yang positif tentang dunia literasi.

Mendukung dunia literasi Indonesia bagi saya itu sudah merupakan nilai yang tertinggi bagi seorang penulis perempuan. 

Apalagi bagi kaum ibu yang sudah berkeluarga, tapi setia menulis di sela-sela kesibukan rumah tangga mereka.

Dari nafas perjuangan seperti itu bagi saya sudah tidak bisa bedakan lagi mana sosok yang lebih Kartini dan mana yang nggak. 

Karena semua mereka sudah punya keputusan untuk memulai sesuatu yang mungkin jauh di dunia kehidupan ibu Kartini tempo dulu.

2. Rasa percaya diri penulis perempuan akan terombang ambing ketika nama mereka tidak disebut, padahal semua penulis perempuan telah menulis dengan penuh perjuangan dan ketulusan hati.

Logika sederhananya seperti ini, jika mereka yang nama disebut itu bahagia dan bangga, maka demikian juga mereka yang tidak disebutkan nama mereka pasti ada rasa kecewa dan menjadi kecut hati.

Atas dasar pertimbangan itulah, sebenarnya menjaga kepercayaan diri perempuan penulis itu sangat penting. Bagi saya untuk menjadi perempuan penulis yang percaya diri menulis itu sudah tidak mudah. 

Nah, coba bayangkan kalau seandainya dia sudah lama menulis, lalu namanya tidak disebut, betapa kecewanya diri ini. 

Jiwa keibuan Kartini tentu menginspirasi kita untuk saling menghargai perasaan perempuan entah apapun kualitas mereka.

Sudah lama menulis atau baru saja menulis, menulis singkat saja atau menulis panjang, menulis opini atau fiksi, semuanya adalah penulis perempuan yang sudah berani mengubah apa yang dipikirkannya ke dalam tutur yang bisa dibaca publik.

Saya bangga kalau Kompasiana itu telah menjadi rumah yang "menganakcucukan Kartini dengan ciri sebagai penulis". Jadi, bukan cuma satu sosok dalam hal ini. Sejumlah perempuan yang menulis di Kompasiana, mereka itulah Kartini yang kekinian.

3. Mengontrol "baper" untuk mendukung perempuan penulis di Kompasiana

Kemungkinan sosok pilihan dari penulis pria kompasiana akan berdampak pertanyaan tentang ada apa antara mereka? Kenapa dia kok milih penulis itu seh? Rupanya mereka berada di satu komunitas, dan lain sebagainya.

Nah, dari pengamatan seperti itulah, saya lebih memilih kagum dengan penulis perempuan yang berusaha menulis tentang sesama penulis perempuan di Kompasiana tanpa menyebut dirinya juga sebagai sosok penulis berjiwa Kartini.

Bagi saya, penulis seperti itu sudah memahami dengan lebih dalam jiwa keibuan dari seorang Ibu kita Kartini. Saya kagum dengan penulis seperti itu.

4. Menghindari kecenderungan  abstraksi sosok perempuan penulis

Kecenderungan membuat abstraksi sosok itu bisa saja berdampak pada mengeliminir kemampuan dan perjuangan perempuan lainnya, yang tidak disebut namanya.

Sosok Kartini itu bukan saja soal usia lamanya menulis, bukan pula semata-mata kualitas hidup dan kualitas tulisan, tapi juga soal emansipasi wanita yang terbuka memberi perempuan kesempatan untuk bekerja dan belajar (bdk. iainmadura.ac.id).

Nah, dalam hal ini sosok perempuan manakah yang berani memberikan kesempatan kepada perempuan lain untuk bekerja dan belajar? Itulah sosok penulis yang berjiwa Kartini.

5. Penulis perempuan itu punya sosok unik yang tidak pernah selesai dicermati

Sekian banyak penulis perempuan Kompasiana itu punya keunikan masing-masing. Ada penulis perempuan yang tahan banting.  Sekalipun tulisannya tidak dipilih, dia tetap menulis. Sosok ini juga menarik. 

Ada sosok perempuan yang bisa menggabungkan imajinasi, opini, reportase dan bola. Sosok seperti itu tentu luar biasa.

Tidak cuma itu, ada juga sosok penulis perempuan yang betul-betul fokus pada dunia kehidupan dan kesehatan anak-anak. Sosok ini juga menarik.

Saya jadi mengerti bahwa sosok penulis perempuan itu sungguh misterius. Menjadi semakin misterius karena begitu banyaknya penulis perempuan Kompasiana.

Bangga dong. Selama hidup saya, saya belum pernah bergabung dengan satu grup di mana ada banyak perempuan yang bisa menulis seperti di Kompasiana.

Di situ saya menyadari bahwa menemukan sosok perempuan yang bisa menulis itu sebenarnya susah. Tapi, di rumah kita ini, saya menjumpai penulis-penulis perempuan yang luar biasa. 

Saya bangga dengan semua penulis perempuan Kompasiana yang hadir dengan keunikan mereka masing-masing. 

Selamat hari Kartini dan selamat untuk semua penulis perempuan.

Salam berbagi, ino, 21.04.2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun