Di gelanggang politik tidak hanya ada bola, tapi juga hiperbola.
Di sana tak hanya pria rambut putih yang mencetak gol bunuh diri, tapi Indonesia terdepak dari cerita bijak ingin maju ke laga internasional.
Bola sudah menjadi seperti bala-bala (gila dalam bahasa keseharian orang Jerman).Â
Jebakan bola ternyata bisa merontokan rambut putih
Tersungkur dari impian menjadi nomor pertama di negeri Bhineka pencinta keberagaman dan toleransi beragama.
Aku cinta Palestina, aku cinta sepak bola dunia, aku cinta Israel, aku cinta yang berbeda.
Aku cinta Indonesia, tapi aku ragu dengan pria berambut putih seperti Ganjar.
Aku beranikan Gibran, karena dia mencintai yang berbeda sesuai konteksnya.
Semoga Gibran jadi harapan bangsa yang berpihak pada masa depan orang muda Indonesia.
Indonesia maju bukan karena rambut putih, tapi karena sanggup pisahkan politik dan olahraga
Indonesia maju karena mampu menerima yang berbeda, sambil menjadi yang pertama menunjukkan identitasnya yang berbeda-beda tapi tetap satu juga.