Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Masuk Sekolah Jam 5, Narasi tentang Proses Belajar Mandiri dan Idealisme Kecerdasan Anak

1 Maret 2023   17:40 Diperbarui: 13 Maret 2023   09:19 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Poa-poa buga mbana sakolah, sakolah iwa pota, taku guru ozo pongga- Pagi-pagi buta pergi ke sekolah, tidak pernah absen karena takut dipukul oleh guru." (Syair lagu tua bahasa Ende).

Masih segar dalam ingatan meski sudah samar-samar syair lagu zaman dulu di tahun 1985. Lagu itu selalu dinyanyikan di sekolah saya SDK Paumere.

Pada masa itu, guru punya hak dan kebebasan luar biasa, ya hampir tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Hak untuk mendidik anak-anak, bahkan dengan aksi-aksi yang zaman ini sudah pasti didefinisikan sebagai kekerasan fisik.

Pedagogi zaman itu rupanya cocok oleh sebuah pendekatan yang bernuansa edukatif. Proses edukasi zaman itu sama dengan legal rotan. Artinya guru berhak menampar dan memukul siswa-siswinya di sekolah.

Alasan yang dipakai selalu demi pendidikan anak Indonesia. Masa itu, alasan itu diterima, tapi saat ini sudah tidak bisa ditolerir lagi. Nah, yang tersisa dari syair lagu jadul itu sebetulnya soal "poa-poa buga"  atau pagi-pagi buta.

Nah, berkaitan dengan narasi pagi-pagi buta itu, Gubernur NTT, Viktor Laiskodat kembali menggagas waktu masuk sekolah di NTT pada jam 5 pagi.

Kebijakan itu menuai pro dan kontra. Nah, oleh karena iu, Gubernur NTT sendiri perlu menjelaskan latar belakang dari pengambilan kebijkan baru itu kepada masyarakat seperti apa.

Tulisan ini, lebih merupakan percikan pengalaman pribadi tentang "poa-poa buga" atau pagi-pagi buta dan refleksi atasnya. Ya, beda zaman tentu beda tuntutan, juga pasti beda gaya hidupnya.

Generasi 1985 dan poa-poa buga

Generasi pagi-pagi buta itu saya rasakan. Pagi-pagi buta itu bukan karena tuntutan dari sekolah. Nah, inilah poin yang penting. Pagi-pagi buta bukan sebagai kewajiban, tetapi sebagai kesadaran.

Mengapa generasi 1985 itu bisa punya kesadaran seperti itu? Jawaban sederhana sebenarnya saya mengalami kesadaran pagi-pagi buta itu karena jarak dari rumah ke sekolah yang sangat jauh.

Jarak 7 km perjalanan dari rumah ke sekolah. Perhitungan jarak itulah, makanya tidak heran, poa-poa buga menjadi ritme tetap. Apalagi kalau ingat syair lagu di atas dengan konsekuensinya.

Saya masih ingat bahwa jam 4 pagi itu saya sudah bangun untuk belajar dengan menggunakan lampu pelita yang menggunakan kaleng susu dan minyak tanah.

Duduk tanpa kursi dan meja. Duduk belajar langsung di pelupu yang juga tidak jauh dari tempat tidur. Kemiskinan dan kesulitan kami pada masa itu, memang sampai tidak pernah mengeluh dengan dalil, saya baru bisa belajar kalau ada kursi dan meja.

Satu yang paling penting bagi saya adalah lampu pelita dengan minyak yang cukup. Ya, saya belajar menggunakan lampu pelita selama 6 tahun, bahkan sesekali waktu SMP juga menggunakan pelita, ketika listrik padam.

Belajar pagi-pagi buta itu memang enak dan benar-benar terasa bahwa ketika bangun pagi, pikiran belum memikirkan hal-hal lainnya, sehingga ketika membaca pelajaran di sekolah, bahan belajar akan cepat tersimpan di otak.

Kebiasaan poa-poa buga belajar itu terus terbawa hingga SMA dan ke tingkat perguruan tinggi. Pada prinsipnya saya mau mengatakan bahwa belajar pagi-pagi itu merupakan kesempatan yang tepat untuk lebih menguasai bahan pelajaran.

Apakah masuk sekolah jam 5 pagi itu relevan untuk tingkat SMA di Kupang dan tempat lainnya?

Dari segi tujuannya tentu saja baik, karena bisa saja seperti pengalaman pribadi saya di atas. Waktu pagi-pagi itu adalah waktu yang tepat untuk belajar dan waktu efektif untuk sendiri memahami bahan pelajaran.

Waktu belajar yang saya maksudkan di sini adalah waktu belajar mandiri dan bukan waktu proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, saya belum bisa membayangkan waktu jam 5 itu masuk sekolah dan mulai pelajaran.

Ada banyak pertanyaan, apakah mungkin bagi guru-guru untuk masuk sekolah jam 5 pagi? Bagaimana dengan aktivitas guru yang selama ini sudah terbiasa pada pagi hari itu mengurus ini dan itu?

Soalnya tuntutan masuk sekolah jam 5 pagi itu tidak boleh hanya untuk siswa, tetapi juga untuk guru, karena tentu saja percuma kalau cuma ada siswa yang banyak di sekolah tanpa ada guru-guru, mungkinkah para siswa bisa belajar dengan tenang?

Kalau jam 5 pagi harus masuk sekolah, maka jam berapa mereka harus bangun dan jam berapa mereka harus punya waktu belajar mandiri di rumah?

Dari alasan inilah, sebenarnya kebijakan Gubernur NTT ini perlu dikaji lebih jauh lagi. Waktu belajar sendiri di rumah itu sangat penting sebagai bagian dari proses internalisasi pribadi.

Sungguh sangat disayangkan bahwa proses itu dihilangkan, kapan para siswa baru dimungkinkan untuk bisa punya pola dan ritme belajar sendiri yang mandiri di rumah mereka?

Kalau problemnya di rumah mereka tidak belajar pada jam 5 pagi misalnya, ya bukan dengan kebijakan semua siswa harus ke sekolah, tetapi dengan kebijakan dan motivasi pada orang tua untuk lebih aktif mendukung gerakan belajar mandiri di rumah sebelum para siswa ke sekolah.

Program masuk jam 5 pagi itu rupanya terlalu sulit bahkan untuk konteks asrama saja sudah cukup sulit. Belum lagi kalau dalam konteks SMA luar, kita tidak tahu keadaan rumah tangga dan berapa jarak para siswa itu tinggal.

Jadi, sebenarnya dengan kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi itu para siswa kehilangan waktu belajar mandiri sebelum memulai pelajaran di sekolah.

Apakah tanpa persiapan pagi hari yang tenang itu, para siswa menjadi lebih baik? Ya, perlu diuji coba, tapi saya pesimis dengan kebijakan itu.

Kualitas waktu belajar dan waktu ideal

Narasi tentang pagi-pagi buta itu tampaknya masih relevan sampai saat ini. Tentu saja dari pengalaman pribadi. Ketika bangun pagi dan menulis artikel, rasanya lebih mengalir, daripada pada waktu-waktu lainnya. 

Meskipun demikian, poin yang sangat penting adalah waktu sendiri dan bukan waktu pelajaran bersama dengan para siswa lainnya. Waktu ideal tentu saja bagian dari waktu yang dicari selama ini, bahkan mungkin oleh Gubernur NTT supaya siswa menjadi lebih cerdas.

Apakah kecerdasan itu ditentukan oleh jumlah waktu pelajaran di sekolah dan pagi-pagi buta? Saya yakin bahwa teori yang didapatkan dari sekolah itu sudah cukup sebagaimana jam pelajaran selama ini, cuma kekurangannya adalah para siswa kekurangan waktu untuk mendalami dan mengkonfrontasikan nilai-nilai itu dengan diri mereka sendiri.

Proses internalisasi sehingga menjiwai hidup mereka, itu yang pantas dipikirkan dan bukan dengan memperbanyak atau menjadikan lebih pagi proses belajar mengajar di sekolah.

Jiwa dari kurikulum merdeka tentu saja memberikan kesempatan kepada para siswa supaya lebih kreatif. Kreatif itu bukan kemampuan yang diberikan dari orang lain, tetapi kemampuan yang perlu datang dari diri setiap siswa.

Jadi, perlu dibedakan beberapa hal ini:

1. Waktu masuk sekolah jam 5 itu tidak sama dengan waktu belajar mandiri di rumah.

2. Belajar di sekolah bersama teman-teman itu, tidak sama dengan kesempatan internalisasi pribadi yang tumbuh dari diri sendiri di rumah.

3. Idealisme untuk mencerdaskan anak-anak bangsa ini, tidak harus dengan kebijakan yang merampaskan kebebasan mereka untuk kreatif berpikir mandiri.

4. Kebijakan besar terkait proses pendidikan mesti didukung dengan kajian yang objektif.

5. Gerakan belajar mandiri di rumah itu sangat penting dan tidak harus digantikan kesempatan adaptasi siswa dengan situasi sehari-hari bersama orangtua mereka dengan harus pagi-pagi masuk sekolah.

Salam berbagi, ino, 1.03.2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun