Jarak 7 km perjalanan dari rumah ke sekolah. Perhitungan jarak itulah, makanya tidak heran, poa-poa buga menjadi ritme tetap. Apalagi kalau ingat syair lagu di atas dengan konsekuensinya.
Saya masih ingat bahwa jam 4 pagi itu saya sudah bangun untuk belajar dengan menggunakan lampu pelita yang menggunakan kaleng susu dan minyak tanah.
Duduk tanpa kursi dan meja. Duduk belajar langsung di pelupu yang juga tidak jauh dari tempat tidur. Kemiskinan dan kesulitan kami pada masa itu, memang sampai tidak pernah mengeluh dengan dalil, saya baru bisa belajar kalau ada kursi dan meja.
Satu yang paling penting bagi saya adalah lampu pelita dengan minyak yang cukup. Ya, saya belajar menggunakan lampu pelita selama 6 tahun, bahkan sesekali waktu SMP juga menggunakan pelita, ketika listrik padam.
Belajar pagi-pagi buta itu memang enak dan benar-benar terasa bahwa ketika bangun pagi, pikiran belum memikirkan hal-hal lainnya, sehingga ketika membaca pelajaran di sekolah, bahan belajar akan cepat tersimpan di otak.
Kebiasaan poa-poa buga belajar itu terus terbawa hingga SMA dan ke tingkat perguruan tinggi. Pada prinsipnya saya mau mengatakan bahwa belajar pagi-pagi itu merupakan kesempatan yang tepat untuk lebih menguasai bahan pelajaran.
Apakah masuk sekolah jam 5 pagi itu relevan untuk tingkat SMA di Kupang dan tempat lainnya?
Dari segi tujuannya tentu saja baik, karena bisa saja seperti pengalaman pribadi saya di atas. Waktu pagi-pagi itu adalah waktu yang tepat untuk belajar dan waktu efektif untuk sendiri memahami bahan pelajaran.
Waktu belajar yang saya maksudkan di sini adalah waktu belajar mandiri dan bukan waktu proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, saya belum bisa membayangkan waktu jam 5 itu masuk sekolah dan mulai pelajaran.
Ada banyak pertanyaan, apakah mungkin bagi guru-guru untuk masuk sekolah jam 5 pagi? Bagaimana dengan aktivitas guru yang selama ini sudah terbiasa pada pagi hari itu mengurus ini dan itu?
Soalnya tuntutan masuk sekolah jam 5 pagi itu tidak boleh hanya untuk siswa, tetapi juga untuk guru, karena tentu saja percuma kalau cuma ada siswa yang banyak di sekolah tanpa ada guru-guru, mungkinkah para siswa bisa belajar dengan tenang?
Kalau jam 5 pagi harus masuk sekolah, maka jam berapa mereka harus bangun dan jam berapa mereka harus punya waktu belajar mandiri di rumah?
Dari alasan inilah, sebenarnya kebijakan Gubernur NTT ini perlu dikaji lebih jauh lagi. Waktu belajar sendiri di rumah itu sangat penting sebagai bagian dari proses internalisasi pribadi.